Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pameungpeuk yang Berubah Setelah Kejadian Marbot Uyu
5 Maret 2018 10:37 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
ADVERTISEMENT
Menyeruaknya isu penyerangan terhadap ulama atau pemuka agama Islam oleh orang gila, membuat masyarakat Kecamatan Pameungpeuk, Kabupaten Garut, meningkatkan kewaspadaannya. Meskipun kabar penganiayaan terhadap ulama sebagian darinya adalah hoaks.
ADVERTISEMENT
Salah satu yang ditingkatkan yakni ronda malam di setiap desa dan menanyakan kartu identitas kepada setiap pendatang yang gelagatnya mencurigakan, terlebih ketika pendatang tersebut bertanya terkait alamat tokoh dan ulama setempat.
"Sekarang diinstruksikan sama desa, ronda agar digiatkan, setelah ada isu penyerangan ulama, apalagi sudah terjadi di Majalaya, Kabupaten Bandung, saya juga baru selesai ronda," ujar warga Mancagahar, Muhamad Faisal (26), saat berbincang dengan kumparan (kumparan.com), Senin (5/3) pagi.
Hal senada disampaikan warga Blok Manisi, Desa Pampeungpeuk, Ujang (43). Menurutnya, ronda memang telah memang diberlakukan sebelum ada isu penyerangan ulama. Namun setelah ada kejadian marbot Masjid Al-Istiqomah, Uyu Rohyana , ronda lebih tingkatkan.
"Malah sekarang yang ronda di absen satu-satu, biasanya enggak," ujarnya saat ditemui.
ADVERTISEMENT
Sementara Ade S (29), warga Desa Sukapura mengatakan, ronda kadang-kadang dilakukan pukul 22.00 hingga 03.00 WIB.
"Ya kalau ronda biasa, bawa kokol (kayu yang dipukul) sambil berkeliling warga setempat pada jam-jam tertentu, ada yang bawa gitar juga, enggak apa-apa," ucapnya.
Ketua MUI Kecamatan Pameungpeuk, Hasan Basyari, mengatakan hal itu dilakukan agar lebih menjaga kondusivitas warga Pameungpeuk. Juga untuk membantu masyarakat yang tiba-tiba sakit pada malam hari.
"Ini memang program dari pemerintah, selain menjaga keamanan warga, juga bisa membantu bila ada yang sakit di malam hari," tuturnya.
Kehati-hatian pun begitu terasa ketika kumparan bertanya kepada beberapa warga setempat misalnya terkait alamat Ketua MUI. Warga yang beberapa kali ditanya sering kali menanyakan identitas dan tujuan menemui tokoh masyarakat Pameungpeuk tersebut, bahkan fotokopi identitas kumparan sering kali diminta dan disimpan.
ADVERTISEMENT
Begitu juga ketika ditanya soal kasus yang menimpa Uyu Rohyana, warga terlihat gugup dan enggan menyampaikan sesuatu karena takut disalahkan.
Uyu sendiri sudah mengakui perbuatannya. Kepada polisi dan wartawan di Polda Jabar, dia mengaku merekayasa semuanya. Motifnya karena alasan ekonomi, penghasilan yang tak seberapa membuat dia nekat melakukan itu agar dikasihani.
Tapi pengakuan kebohongan Uyu disikapi warga beragam, ada yang percaya dan ada yang tidak.
kumparan menyambangi desa tempat Uyu tinggal. Selama beberapa hari kumparan tinggal di Pameungpeuk, berinteraksi dan berbicara dengan warga dan juga tokoh masyarakat. Kehidupan di Pameungpeuk begitu damai, bahkan warga tak sungkan memberi tumpangan gratis. Namun kedamaian terkoyak karena isu liar. Warga kini waspada kepada orang asing yang datang.
ADVERTISEMENT