PAN soal Masa Jabatan Ketum Parpol Digugat: Sebaiknya MK Tolak

28 Juni 2023 23:14 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Viva Yoga Muladi, Anggota DPR Fraksi PAN Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Viva Yoga Muladi, Anggota DPR Fraksi PAN Foto: Aprilandika Pratama/kumparan
ADVERTISEMENT
PAN menanggapi gugatan di MK tentang pembatasan masa jabatan ketua umum parpol. Gugatan itu diajukan oleh warga Nias Utara bernama Eliadi Hulu dan warga Yogyakarta bernama Saiful Salim. Didaftarkan pada 22 Juni 2023.
ADVERTISEMENT
Mereka menggugat Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011 atau UU Parpol. Bunyinya ialah "Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART".
Para pemohon meminta pasal tersebut lebih rinci mengatur soal masa jabatan ketua umum partai politik.
Juru bicara PAN, Viva Yoga Mauladi, mengatakan adanya gugatan dan usulan pembatasan periodesasi jabatan ketua umum partai politik ke MK adalah bagian dari aspirasi masyarakat yang mesti dihargai.
"Terhadap gugatan tersebut, tanpa bermaksud intervensi terhadap independensi MK, saya berpendapat semestinya MK menolak dan tidak mengabulkan gugatan itu karena pasal 23 (1) UU partai politik bersifat open legal policy," kata Viva kepada wartawan, Rabu (28/6).
Wakil Ketua Umum PAN ini menuturkan, soal tidak adanya pembatasan periodesasi jabatan ketua umum partai politik, hal itu tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945.
Ilustrasi Partai Amanat Nasional Foto: Fitra Andrianto/kumparan
Viva lantas membeberkan alasannya:
ADVERTISEMENT
Pertama, posisi hukumnya berbeda karena partai politik berbeda dengan lembaga negara.
"Partai Politik adalah organisasi yang dibentuk oleh masyarakat sipil secara sukarela atas dasar kesamaan ideologi, cita-cita dan kehendak bersama untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat bangsa dan negara," kata Viva.
Dalam menjalankan tugas dan fungsinya sesuai UU, Viva mengatakan partai politik harus didaftarkan ke Kemenkumham untuk mendapatkan badan hukum partai politik.
"Jadi, partai politik harus berbadan hukum yang dikeluarkan Menkumham atas nama negara," ucap dia.
"Kalau lembaga negara adalah menjalankan fungsi dan kewenangan negara serta menjalankan fungsi keadministrasian atas nama negara, bukan atas kepentingan individu, kelompok, atau golongan," tambah Viva.
Para kader Partai Amanat Nasional (PAN) menyanyikan yel-yel usai mengajukan berkas bakal calon anggota DPR di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (12/5/2023). PAN mendaftarkan 580 bakal calon legislatif (caleg) anggota DPR ke KPU. Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Kedua, partai politik sebagai organisasi masyarakat sipil harus diberi ruang kebebasan oleh negara untuk mengatur rumah tangganya sendiri secara demokratis.
ADVERTISEMENT
Dalam praktiknya, setiap partai politik tentu memiliki Anggaran Dasar/ Anggaran Rumah Tangga (AD/ART), pedoman dan peraturan partai, serta program partai sebagai prinsip dasar, pedoman, atau haluan partai.
"Biarkanlah mereka hidup bebas dan merdeka untuk menentukan nasibnya sendiri. Negara tidak perlu mengatur tentang kesepakatan nilai dan manajemen organisasi partai politik," kata Viva.
"Toh, dalam hierarki peraturan perundang-undangan, kedudukan Undang-undang lebih tinggi dari pada AD ART. Hal ini menjelaskan bahwa ketika bersinggungan dengan kepentingan masyarakat, bangsa dan negara, partai politik harus tunduk dan taat pada Undang-undang," lanjut dia.
Waketum PAN Viva Yoga Foto: Rian/kumparan
Ketiga, masa jabatan ketua umum partai politik sebaiknya tidak usah dibatasi periodesasinya. Di samping karena partai politik itu bukan lembaga negara, setiap partai politik tentu bercita-cita harus selalu menang pemilu.
ADVERTISEMENT
"Oleh karena itu partai politik harus dipimpin oleh figur yang kuat dan berintegritas, berwawasan futuristis dan demokratis, pejuang yang rela berkorban dan bertanggung jawab untuk kebesaran partai, serta dicintai oleh pengurus dan anggota partainya," ucap Viva.
Viva menuturkan, hal itu yang tercermin dan terimplentasi di masa jabatan anggota legislatif yang tidak dibatasi oleh UU. Selama masyarakat masih memilih dan mencintai anggota dewan tersebut, maka selama itu pula akan menjadi Wakil Rakyat karena dipilih secara langsung oleh rakyat.
"Jika pimpinan partai politik tidak memiliki kualifikasi paripurna seperti itu maka dipastikan akan terancam oleh hukum besi ambang batas, yaitu parliamentary threshold 4 persen, sehingga posisinya dapat terjungkal menjadi partai gurem," ucap dia.
ADVERTISEMENT
Keempat, tentang jabatan ketua umum partai politik dengan dalil Lord Acton soal korupsi tidak berkorelasi secara signifikan atau tidak berbanding secara setara.
Rombongan Partai Amanat Nasional (PAN) saat akan menyerahkan dokumen daftar bakal calon legislatif (bacaleg) kepada Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung KPU, Jakarta, Jumat (12/5/2023). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Dari penelitian Perludem subsidi tersebut dapat membantu partai hanya sebesar 0,03 % dari kebutuhan biaya kehidupan partai politik per tahun. Kekurangan biaya adalah menjadi urusan dan beban yang harus dipikul oleh partai politik sendiri.
ADVERTISEMENT
Lantas uang negara mana yang akan dikorupsi dari subsidi negara tersebut? Viva mengatakan, karena kecilnya subsidi negara atas kebutuhan biaya partai politik menyebabkan anggota partai politik yang berada di lembaga eksekutif dan legislatif acap kali terjerat kasus hukum karena korupsi dengan dalih untuk membantu biaya partai politik.
Oleh karena itu, jika subsidi negara masih sangat kecil, maka masa jabatan ketua umum partai politik tidak usah dibatasi.
Tetapi jika negara menanggung sebagian besar kebutuhan biaya partai politik, semisal sebesar 30 persen dari kebutuhan biaya partai politik, maka pembatasan masa jabatan ketua umum partai politik dapat dipertimbangkan untuk dapat dimasukkan sebagai aturan formal di Undang-undang tentang partai politik.