PAN soal RUU Pilkada Beda dari Putusan MK: Kita Tidak Melawan, Ini Terobosan

21 Agustus 2024 14:29 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Waketum PAN Yandri Susanto di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/7). Foto: Haya Syahira/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Waketum PAN Yandri Susanto di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (26/7). Foto: Haya Syahira/kumparan
ADVERTISEMENT
Waketum PAN, Yandri Susanto, ikut dalam pembahasan revisi Undang-undang Pilkada di Baleg DPR RI bersama pemerintah, Rabu (21/8).
ADVERTISEMENT
Pembahasan RUU Pilkada ini menuai tanya karena mendadak dilakukan atau selang sehari setelah Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan progresif yang mengubah aturan Pilkada pada Selasa (20/8).
Namun sayangnya, berdasarkan rapat panitia kerja (Panja) dalam pembahasan daftar inventaris masalah (DIM), RUU Pilkada ini tidak merujuk putusan MK.
Badan Legislasi (Baleg) DPR RI gelar rapat untuk membahas terkait revisi Undang-Undang (UU) Pemilihan Kepala Daerah pada Rabu (21/8/2024). Foto: Alya Zahra/Kumparan
Yandri menepis pembahasan RUU Pilkada tidak mematuhi putusan MK. Ia dengan tegas menyebut, Baleg DPR sudah mengacu putusan MK.
"Kita mengacu pada putusan MK dan MK kan membuat persentase persentase, ini kan yang menggugat partai non-sheet (non-parlemen) yang selama ini mereka tidak bisa mencalonkan paslon, jadi kalau mereka nol kursi, partai-partai yang tidak punya kursi tidak bisa calonkan," kata Yandri di DPR, Senayan.
"Dengan putusan MK, bisa calonkan sesuai persentase," tutur dia.
ADVERTISEMENT
Padahal dalam kenyataan, bunyi RUU Pilkada tidak mematuhi seluruhnya putusan MK. Yandri menepis DPR tidak mematuhi putusan MK,
"Yang punya kursi itu tetap mengacu 20 persen, enggak bisa di mix, kacau nanti kalau sebagian pakai kursi sebagian pakai suara, itu gak bisa, nanti ke KPU-nya gimana," kata Yandri.
"Ini paslon, satu pakai kursi, sisanya ditambah suara sah, susah nanti, mengesahkan paslon susah nanti, ini sudah benar sekali, mengatur sedemikian rupa, jadi paslon clear siapa yang usung, jadi tidak ada yang kita lawan di putusan MK," tutur dia.
Ketua majelis hakim yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) didampingi jajaran Hakim Konstitusi memimpin jalannya sidang lanjutan sengketa pemilu di Jakarta, Kamis (15/8/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
PAN pun mengeklaim RUU Pilkada ini adalah lompatan besar sekaligus kemajuan. JIka ada yang menilai tidak adil, PAN tidak mau ambil pusing.
"Justru ini kemajuan, selama ini UU Pilkada tidak memberi ruang ke partai non-sheet. Yang gugat kan Partai Buruh dan Gelora, ini jadi lompatan besar bagi kami," kata Yandri.
ADVERTISEMENT
"Soal adil enggak adil, itu tergantung penafsiran masing-masing, UU harus ada kepastian hukum," tutup dia.
Ketua majelis hakim yang juga Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Suhartoyo (tengah) memimpin jalannya sidang lanjutan sengketa pemilu di Jakarta, Kamis (15/8/2024). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Sebelumnya Mahkamah Konstitusi mengeluarkan putusan progresif yang mengubah aturan Pilkada pada Selasa (20/8). Ada dua putusan MK terkait Pilkada yakni putusan nomor 60 dan putusan 70.
Putusan 60 terkait ambang batas parpol untuk mengusung calon kepala daerah yang awalnya berdasarkan perolehan kursi di DPRD menjadi menjadi berdasarkan daftar pemilih tetap di wilayah tersebut.
MK mengubah aturan UU Pilkada terkait pencalonan kepala daerah. Aturan yang diubah terkait penghitungan parpol untuk mengusung kepala daerah.
Aturan mengenai hal tersebut termuat dalam Pasal 40 UU Nomor 10 Tahun 2016 atau UU Pilkada. Partai-partai kini bisa mengajukan calon kepala daerahnya disesuaikan dengan persentase syarat calon independen.
ADVERTISEMENT
Sementara Putusan 70 terkait batas minimal usia calon kepala daerah. Setelah putusan ini calon kepala daerah minimal berusia 30 tahun saat ditetapkan sebagai calon. Artinya sebelum dia dilantik.