Pandji Belum Bersikap: Lebih Ada Alasan Pilih Jokowi daripada Prabowo

11 Februari 2019 11:43 WIB
clock
Diperbarui 21 Maret 2019 0:05 WIB
Pandji Pragiwaksono. Foto: Munady Widjaja
zoom-in-whitePerbesar
Pandji Pragiwaksono. Foto: Munady Widjaja
ADVERTISEMENT
Kampanye Pilpres 2019 yang telah berjalan selama beberapa bulan ini dinilai masih belum bisa meyakinkan masyarakat untuk menentukan pilihannya. Fakta ini menarik perhatian Pandji Pragiwaksono yang kemudian mengunggah video di akun Youtube yang diberi judul, "GA ADA ALASAN UNTUK MILIH PRABOWO", Senin (11/2).
ADVERTISEMENT
kumparan mengkonfirmasi kepada Pandji mengenai videonya tersebut. Menurut dia, dalam video tersebut, dia membeberkan sejumlah fakta betapa menjenuhkannya kampanye pilpres. Dia pun menyampaikan pendapat mengenai dua capres, Jokowi dan Prabowo.
Ketika dihubungi, Pandji mengaku belum punya pilihan politik di Pilpres 2019. Namun, ia menjelaskan lebih beralasan memilih Jokowi ketimbang Prabowo.
"Kalau kita lihat, dengan akal sehat, lebih beralasan memilih Jokowi, tidak ada alasan memilih Prabowo karena belum terlihat kerjanya. Kalau Jokowi sebagai petahana kan sudah terlihat ada hasil kerjanya," ujar Pandji ketika dikonfirmasi kumparan.
Pandji menegaskan, ia belum menjatuhkan pilihan akan mendukung Prabowo atau Jokowi. Dalam videonya tersebut, ia juga membebaskan penonton untuk memilih yang mereka sukai. Sebab, dalam videonya, Pandji mengaku hanya memaparkan kondisi yang terjadi saat ini.
ADVERTISEMENT
Dalam video Youtubenya, Pandji awalnya menilai, strategi kampanye yang dilakukan baik dari timses Jokowi - Ma'ruf Amin dan timses Prabowo Subianto - Sandiaga Uno masih belum menyentuh 4 sisi kampanye, yaitu fun, fear, empathy, dan hope.
Di Pilpres 2014, kata Pandji, Jokowi bisa menang karena berhasil menampilkan sisi hope (harapan) terhadap gaya yang baru dalam pemerintahan. Selain itu, Jokowi juga dinilai berhasil dalam menampilkan citra dirinya sebagai pribadi yang apa adanya, sehingga masyarakat merasa tergugah atau terkoneksi terhadap apa yang dilakukan Jokowi.
Sayangnya, pada Pilpres 2019 baik Jokowi - Ma'ruf dan Prabowo - Sandi tidak bisa menghadirkan itu.
"Sekarang di 2019 dua-duanya kampanyenya menyebalkan, tidak menyentuh sisi-sisi selain fear itu tadi," kata Pandji.
Prabowo dan Sandi memulai karnaval deklarasi kampanye damai. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Pandji menilai kedua paslon kerap menampilkan unsur ketakutan dalam kampanyenya. Baik itu ketakutan terkait kebangkitan PKI, khilafah, robohnya ekonomi, hingga bangkitnya Orba. Meski dinilai efektif, namun menurutnya hal itu tidak cukup efektif untuk mengambil simpati masyarakat, khususnya bagi mereka yang hingga kini belum menentukan pilihannya di Pilpres 2019.
ADVERTISEMENT
"Tapi bagaimana pun, menurut gue, dia jadi hantu yang dipakai untuk nakut-nakutin. Sisanya (antara) fun (dan) enggak fun," tuturnya.
Pandji kemudian memberi contoh betapa menyenangkannya Pilpres 2014 karena masing-masing timses kedua paslon saat itu, yaitu Prabowo - Hatta Rajasa dan Jokowi - JK, memiliki game online. Sayangnya, hal tersebut tidak bisa dirasakan masyarakat di Pilpres 2019.
Terlebih, menurutnya, keduanya tidak bisa menghadirkan dan menjelaskan program kerjanya kepada masyarakat. Apalagi saat ini, Pandji menilai Prabowo - Sandi tidak bisa menunjukkan program kerjanya untuk menarik simpati masyarakat bahwa dia bisa menggantikan Jokowi.
"Satu-satunya strategi ngelawan incumbent adalah dengan melahirkan pemikiran akan butuhnya perubahan. Untuk bisa menang, harus bilang bahwa keadaan mesti berubah," ujarnya.
Jokowi-Ma'ruf Amin Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Pandji kemudian mengkritik pernyataan Prabowo yang berjanji harga kebutuhan pokok akan turun dalam jangka waktu 100 hari di kepemimpinannya jika terpilih nanti. Menurut Pandji, Prabowo harus menampilkan strategi hingga action plan jika ingin menjanjikan harga turun dalam 100 hari.
ADVERTISEMENT
"Misalnya ekonomi. Tapi untuk bilang sesuatu salah, untuk bisa membuktikan, memperbaikinya, dan nurunin harga 100 hari itu bukan program. Program itu harus ada nama strategi sampai action plannya," jelasnya.
Pandji juga menilai narasi yang menyebut Prabowo terbukti kepemimpinannya karena pernah memimpin sebagai Pangkostrad (Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat) tidak efektif. Menurutnya, kepemimpinan di lingkup TNI tidak bisa dibandingkan dengan presiden memegang pemerintahan secara keseluruhan.
"Tentara kan enggak bisa ngelawan atasan. Kalau atasan bilang A, ya semuanya juga nurut. Pemerintahan kan enggak ada yang seperti itu. Pemerintahan kan demokratis, dan enggak cuma itu, (pemerintahan) diplomatis, ada banyak negosiasi yang harus dilakukan. Untuk bisa negosiasi itu krusial. Tim Pak Prabowo ini harus bisa membuktikan," tegasnya.
ADVERTISEMENT
Di sisi ini, Pandji menilai Jokowi lebih diuntungkan karena telah menjalani satu masa pemerintahan. Sehingga, ia menegaskan Prabowo sebagai penantang mempunyai tugas untuk bisa membuktikan dirinya bisa menggantikan pemerintahan Jokowi.
"Jadi saat ini yang ada dalam posisi membuktikan adalah timnya Pak Prabowo. Membuktikan bahwa punya gagasan untuk menggantikan. Salah nih, oke nunjukin salah sih satu hal, kalau lu bisa memperbaiki adalah hal yang berbeda, enggak bisa per isu karena tidak memberi gambaran mampunya timnya Prabowo untuk bikin program pemerintahan yang masuk akal," jelasnya.
Pandji tidak mempermasalahkan apabila kedua paslon tetap ingin menampilkan narasi ketakutan. Namun, risiko yang harus dihadapi adalah masyarakat lebih memilih untuk golput dibandingkan harus memilih satu dari antara Jokowi dan Prabowo. Untuk itu, ia kembali menegaskan agar kedua paslon dapat memberikan alasan mengapa mereka pantas dipilih.
ADVERTISEMENT
"Tapi di luar itu semua, kalau kondisinya masih seperti ini yang diuntungkan sebenarnya Pak Jokowi. Karena orang-orang yang di tengah-tengah sekarang lagi mikir kalau gue kesampingkan narasi ketakutan, terus gue berpikir soal apa yang fun, apa yang empati, apa yang ngasih hope, bingung pasti. Enggak ada," imbuhnya.
"Sementara kalau logikanya berpikir yang pernah megang pemerintahan, enggak mungkin sempurna, tentu itu bisa diserang, tentu bisa lebih baik, artinya kalau ada yang lebih baik bisa banget Pak Jokowi digantikan. Tapi kan pertanyaannya adalah apa buktinya bahwa ini (Prabowo) yang lebih baik? Sebelah sini enggak ngasih bukti itu. Nah ini yang susah," pungkasnya.