Panduan Kemudahan Haji PBNU: Safari Wukuf, Murur di Muzdalifah, Tanazul di Mina

6 Juni 2024 17:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Konferensi pers terkait isu-isu mutakhir Haji 1445 H, yang digelar di Plaza PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Konferensi pers terkait isu-isu mutakhir Haji 1445 H, yang digelar di Plaza PBNU, Jakarta Pusat, Kamis (6/6/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
PBNU menyampaikan panduan kemudahan haji bagi jemaah Indonesia tahun ini. Ada beberapa kemudahan yang diberikan dengan mempertimbangkan kondisi dan uzur selama pelaksanaan haji.
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum PBNU Zulfa Mustofa menyebut, agar para jemaah haji juga memikirkan mana yang memudahkannya selama ibadah haji.
"Kita tahu memang ada beberapa jemaah haji yang ingin melakukan ibadah haji afdhal. Tapi, mungkin itu akan sulit dilakukan, pemerintah tidak melarang, misalnya beberapa haji ingin mengambil hal yang afdhal, tapi NU memutuskan apabila jemaah haji baik itu kaum muslimin secara umum dari Indonesia maupun jemaah haji yang berasal dari NU, ingin mengambil pendapat-pendapat yang memudahkan, karena memang itu yang paling dianggap masuk akal," katanya dalam konferensi pers di Plaza PBNU, Kamis (6/6).
Salah satu kemudahan yang bisa dilakukan bagi jemaah haji yang mengalami kondisi darurat tertentu--seperti sakit--, yakni safari wukuf di Arafah. Jemaah tidak perlu berdiam diri seharian penuh di Arafah untuk menjalani wukuf.
ADVERTISEMENT
Jemaah dengan kondisi tertentu, bisa hanya masuk saja di Arafah setelah Zuhur, lalu keluar lagi untuk kembali menjalani perawatan.
Jemaah haji Indonesia yang sakit menjalani safari wukuf di arafah, menggunakan bus. Foto: Media Center Haji/Anggoro
Katib Syuriyah PBNU, Sarmidi Husna, pun membeberkan beberapa kemudahan yang dapat dilakukan oleh jemaah haji. Misalnya, terkait murur di Muzdalifah.
Menurut Sarmidi, murur diterapkan lantaran mempertimbangkan kondisi jumlah jemaah haji Indonesia yang saat ini mencapai 27 ribu orang.
Tak hanya itu, saat ini beberapa area di Muzdalifah juga digunakan sebagai area mandi, cuci, kakus (MCK).
"Kita telah memutuskan membahas tentang murur. Murur itu mabit di Muzdalifah dengan cara naik bus, tapi tidak turun. Kemudian langsung ke Mina, mabit di Mina," ujar Sarmidi.
"Kalau dihitung-hitung itu per orang, kalau dipaksakan untuk mabit di Muzdalifah semuanya, itu [jaraknya] 0,4 meter per orang, jadi sangat sesak sekali," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Suasana di Muzdalifah. Foto: Muhammad Iqbal/kumparan
Dengan kondisi itu, Sarmidi pun menegaskan, bahwa jika ada jemaah haji yang melakukan murur di Muzdalifah, maka hajinya tetap sah.
"Nah karena ini kebijakan ini perlu ada keputusan keagamaan, minggu kemarin PBNU sudah memutuskan bahwa murur itu sah, jika mururnya, busnya itu di Muzdalifah itu lewat tengah malam, itu yang pertama. Itu boleh memilih murur sah, kalau memang lewat tengah malam busnya itu," kata dia.
"Yang kedua, mabit di Muzdalifah itu hukumnya sunah, boleh memilih, jadi kalau murur saja langsung ke Mina, itu juga tidak masalah, karena sunah," ucapnya.
Selain itu, yakni tanazul Mina. Maksudnya adalah di mana orang yang mestinya mabit di Mina, tidak mabit di Mina. Akan tetapi, mabit di hotel atau pun di pemondokan.
ADVERTISEMENT
Namun, hal itu diakui Sarmidi tidak dilakukan oleh seluruh jemaah haji di Indonesia. Hanya jemaah haji yang pemondokannya di Raudhah dan Syisyah.
"Itu boleh mengikuti pendapat, bahwa mabit di Mina itu wajib sehingga bisa dilakukan dari Syisyah dan Raudhah itu malamnya masuk ke Mina, sekitar jamarat [lempar jumrah]. Kemudian sampai subuh, masuknya itu menjelang subuh, sehingga mabit di situ menjelang subuh, habis subuh langsung lontar jamarat. Itu kalau memilih wajib," imbuh dia.
"Kalau memilih sunah, sama saja dengan yang di muzdalifah tadi, bahwa mabit di Mina itu sunah hukumnya, kemudian tinggal atur lempar jumrahnya seperti apa," pungkasnya.
Jamaah haji berjalan usai melempar jamrah hari kedua di Jamarat, Mina, Arab Saudi, Kamis (29/6/2023). Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A
Sarmidi mengungkapkan bahwa praktik ini sejatinya sudah sering dilakukan oleh para jemaah haji secara mandiri. Namun, mengingat kondisi tersebut, perlu disampaikan panduan kemudahan bagi para jemaah.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya praktik ini secara mandiri itu sudah sering dilakukan para jemaah haji. Karena ini volumenya banyak, sebagian haji kita banyak yang akan dilakukan program, maka memang ini perlu tuntunan-tuntunan tadi," imbuhnya.
"Sehingga jemaah haji yang kedapatan program murur, bisa memahami bahwa memang hajinya juga sah dengan model seperti itu. Kemudian, jemaah haji yang kena program tanazul saat mabit di Mina, juga bisa dianggap sah dengan memilih beberapa hukum-hukum yang sudah diputuskan itu," tandasnya.