Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Panglima Mujahidin Gulbuddin Hekmatyar Kembali dari Pengasingan
30 April 2017 5:22 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
ADVERTISEMENT

Gulbuddin Hekmatyar, mantan komandan dan panglima Mujahidin Afganistan untuk pertama kalinya kembali muncul ke publik, Sabtu (29/4), setelah hampir dua dasawarsa berada dalam pengasingan.
ADVERTISEMENT
Pemimpin kelompok mujahidin Hezb-i-Islami itu hadir dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan pemerintah provinsi Laghman, Afganistan dan menyerukan perdamaian, seperti dilansir Daily Sabah, Minggu (30/4).
"Mari bergandengan tangan untuk mengakhiri perang dan membawa perdamaian di Afghanistan," ujar Hekmatyar di depan khalayak dan disiarkan televisi setempat.
Dalam sambutannya, Hekmatyar meminta semua kelompok pemberontak untuk mengakhiri perang dan bergabung dalam proses perdamaian di Afghanistan.
"Kita tidak dapat mentoleransi perang dan pembunuhan Muslim di dalam sebuah masjid saat mereka sedang berdoa kepada Allah," imbuh Hekmatyar seraya menyinggung serangan baru-baru ini oleh Taliban, gerakan nasionalis Islam Sunni pendukung Pashtun yang menguasai hampir seluruh wilayah Afganistan ke pangkalan militer di provinsi Balkh Utara, Afganistan.
"Saya mengajak Anda untuk bergabung dengan kafilah perdamaian dan menghentikan perang tanpa arti, tanpa makna dan bukan perang suci," tegas Hekmatyar.
ADVERTISEMENT
Hekmatyar mengatakan, hanya orang Afganistan yang bisa membawa perdamaian dan stabilitas ke negara tersebut, bukan orang asing.
"Saya ingin Afganistan yang merdeka, bangga, mandiri dan Islami," ujarnya.

Sebelumnya, PBB telah menghapus nama Hekmatyar dari kelompok teroris Daesh dan daftar sanksi organisasi teoris Al-Qaeda pada Februari lalu. Selain itu, berbagai asetnya juga telah dicairkan dan tidak lagi menjadi subjek larangan bepergian atau embargo senjata.
Presiden Afganistan Ashraf Ghani pun menyambut kembalinya Hekmatyar. Ghani mengatakan, mantan orang kuat tersebut akan bekerjasama dengan pemerintah.
"Kembalinya pemimpin Hezb-i-Islami Gulbuddin Hekmatyar akan memiliki dampak luar biasa terhadap perdamaian, stabilitas, kemakmuran dan pembangunan dalam segala bidang," ujar Ghani dalam pernyataan resminya.
Pada September tahun lalu, Presiden Ghani telah menandatangani sebuah perjanjian damai dengan Hekmatyar. Saat itu, Ghani berjanji untuk melobi Amerika Serikat dan PBB untuk mengeluarkan Hekmatyar dan partainya dari daftar hitam teroris.
ADVERTISEMENT
Namun, perjanjian damai tersebut mendapat kritik dari sebagian masyarakat Afganistan dan kelompok-kelompok Hak Asasi Manusia (HAM) atas pengampunan yang diberikan kepada Hekmatyar dan sebagian besar para pejuangnya. Peneliti Human Rights Watch, Patricia Gossman, menuturkan kesepakatan tersebut justru menjadi bentuk penghinaan terhadap para korban.
"Kembalinya Hekmatyar akan melipatgandakan budaya impunitas," ujar Patricia.
Selama masa jabatannya sebagai panglima perang, pasukan Hekmatyar Hezb-i-Islami sebagian besar beroperasi di dua provinsi dan telah melakukan berbagai serangan dalam beberapa tahun terakhir.
Tempat persembunyian Hekmatyar selama bertahun-tahun itu tidak diketahui. Diduga, ia berada di suatu tempat di provinsi Kunar Timur, Afganistan. Di tempat itu dirinya mendapat dukungan rakyat, dan sesekali pula melakukan perjalanan ke Pakistan.
Seberapa besar kekuatan kelompok Hekmatyar juga masih sulit diukur. Serangan terakhirnya diketahui dilakukan pada 2013, ketika 15 orang--termasuk 6 tentara AS--tewas di Kabul Tengah, Afganistan.
ADVERTISEMENT

Hekmatyar diklaim sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh dalam perang melawan pasukan Uni Soviet pada tahun 1980-an. Saat itu, dia ikut ambil bagian dalam perang saudara yang meletus di Afganistan setelah penarikan pasukan Soviet, dan bentrok dengan Aliansi Utara.
Hekmatyar juga pernah dituduh telah memerintahkan pejuangnya untuk membom ibu kota Kabul dan menyebabkan banyak korban--tak pelak juga pelanggaran-pelanggaran lainnya. Sebagai seorang politisi, Hekmatyar pernah dua kali menjabat posisi sebagai Perdana Menteri Afganistan selama perang sipil yang berkobar di negara tersebut.
Dia juga sempat diusir saat Taliban merebut kekuasaan pada tahun 1996. Namun Hekmatyar kembali lagi untuk memerangi pasukan AS, dan bersumpah untuk menolak apa yang disebutnya sebagai 'pendudukan asing'.
ADVERTISEMENT
Reporter : Eddi Santosa di Den Haag