Panjat Pinang: Antara Bahaya dan Warisan Belanda

19 Agustus 2017 17:32 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:15 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Perayaan momen HUT ke-72 Republik Indonesia di Bandung kemarin menelan korban nyawa.
ADVERTISEMENT
Icim, seorang warga Rancasari, Kota Bandung, tewas ketika mengikuti lomba panjat pinang. "Kecelakaan terjadi pada Kamis (17/8) pada pukul 16.30 WIB di lapangan voli yang letaknya di Jalan Merkuri Utara RT 05/03, Kelurahan Manjahlega, Kecamatan Rancasari, Kota Bandung," kata Kabid Humas Polda Jawa Barat, Kombes Yusri Yunus, dalam keterangannya, Jumat (18/8).
Diceritakan, Icim yang sudah sampai di puncak dan hendak mengambil hadiah, terjatuh dari ketinggian 7 meter. Kecelakaan tersebut membuat Icim mengalami patah leher dan langsung dilarikan ke RS Al Islam. Namun nyawanya sudah tak tertolong.
Berdasarkan penelusuran kumparan (kumparan.com) perlombaan yang menjadi salah satu ciri khas acara Agustusan ini telah berulang kali menelan korban nyawa di berbagai daerah. Lomba memanjat pohon pinang yang dilumuri oli untuk memperoleh berbagai macam hadiah yang digantung ini memang terbilang berbahaya.
ADVERTISEMENT
Sejak 2014, hampir tiap tahun ada korban tewas baik itu karena terjatuh dari ketinggian yang menyebabkannya patah leher hingga tertimpa pohon pinang.
Lomba ini terus dipertahankan untuk meramaikan perayaan hari kemerdekaan Indonesia. Bagi sebagian orang, lomba panjat pinang memiliki makna gotong royong dan kerja keras demi memperoleh keberhasilan.
Namun, salah satu pegiat Komunitas Historia bernama Asep Kambali, sejak 2015 meminta lomba panjat pinang dihapuskan. Selain karena berbahaya, perlombaan ini tidak mengajarkan nasionalisme bahkan menyimpang dari sejarah. "Menurut pemikiran saya, panjat pinang yang dulu dimaksudkan sebagai hiburan bagi penduduk di Hindia Belanda dengan membuat suatu jenis permainan yang melibatkan orang pribumi, telah mengalami pergeseran makna," tulisnya dalam komunitashistoria.com.
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, memaknai panjat pinang sebagai bentuk gotong royong tak sepenuhnya salah. Namun bagaimana jika melihat dari sejarahnya bahwa perlombaan ini ditujukan untuk menghibur para pejabat pemerintah kolonial Belanda waktu itu?
Lloyd Bradley dalam bukunya berjudul The Rough Guide to Cult Sport menulis, "“Menonton rakyat jelata saling menginjak memperebutkan hadiah yang tak mampu mereka dapatkan menjadi hiburan bagi kolonial Belanda saat itu.”
Jadi apakah lomba panjat pinang harus dihapuskan dan diganti dengan lomba lain? Bagaimana menurutmu?
Bahaya dan Sejarah Panjat Pinang (Foto: Shabrina/kumparan)