Para 'Serdadu Bayaran' Kota Tua, Musuh Mereka adalah Keringat

13 April 2024 12:28 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Para peraga tentara di Kota Tua, Jakarta. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Para peraga tentara di Kota Tua, Jakarta. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Selain wisata bangunan bersejarah dan ragam ornamennya, tersebar pula para patung hidup di Kota Tua. Mengambil tema sejarah, para patung hidup ini berdandan layaknya serdadu dari era lampau. Sekujur tubuh mereka juga dicat dengan satu warna dominan, emas, perak, atau hitam.
ADVERTISEMENT
Kehadiran mereka jadi daya tarik, dan objek foto bagi wisatawan. Tapi, mereka punya musuh besar yang harus dilawan saban hari, keringat.
"Kita sebisa mungkin mengakali agar keringat enggak turun, karena perih, kan, kalau yang belum biasa," kata Cemong, patung hidup Kota Tua yang memeragakan Gubernur Jenderal VOC, Sabtu (13/4).
Cemong sudah jadi patung hidup di Kota Tua sejak 2016. Awalnya ia jadi hantu, tapi pengelola meniadakan konsep hantu sebagai patung hidup. Maka, para patung hidup ini memilih tema serdadu atau tokoh bersejarah lainnya.
Cemong sendiri mengecat tubuhnya dengan campuran cat akrilik dan cat tubuh yang halus.
"Kalau akrilik murni, kasar. Perih juga di kulit, perih banget kalau awal-awal itu," kata Cemong.
ADVERTISEMENT
Terlebih, Cemong harus bergelut dengan terik matahari. Ia yang berdiri bebas tak terlindung apa pun harus bertahan seharian. Jika imun kuat, kata Cemong, bisa sampai maghrib.
Para peraga tentara di Kota Tua, Jakarta. Foto: Andreas Ricky Febrian/kumparan
"Ya, kadang istirahat sebentar, tapi panasnya yang bikin tambah perih. Sekarang, sih, sudah biasa," kata Cemong.
Senada dengan Cemong, Sahlan juga mengecat tubuhnya dengan warna emas penuh. Seragam yang ia pakai pun berwarna emas. Ia yang sudah jadi patung hidup sejak 2014 ini awalnya mengecat tubuhnya dengan pylox atau cat akrilik.
"Awalnya itu gatal banget. Perih banget. Kalau sudah kita tampil, membersihkannya susah. Kalau akrilik catnya jadi satu, nempel, dan seperti melepas kulit gitu," kata Sahlan.
Soal pendapatan, mereka berdua justru mengalami penurunan signifikan pada masa libur Lebaran ini. Cemong merasa penurunan pendapatan sejak masa kampanye usai. Tak banyak wisatawan berlibur.
ADVERTISEMENT
Sementara Sahlan tak lagi memperoleh pendapatan besar usai pandemi COVID-19.
"Sebelum corona, kita bisa dapet lumayan lah. Setelah corona, turun drastis," kata Sahlan.
Para patung hidup ini bernaung di bawah SKKT (Seniman-Kreator Kota Tua), yang mewadahi hampir 200 patung hidup yang tersebar di berbagai titik. Selain menyediakan diri untuk jadi objek foto, para patung hidup ini juga menyediakan mainan berupa senjata bagi para wisatawan untuk berfoto bersama.
Mereka tak punya tarif resmi. Tapi nampak dari kotak-kotak yang disediakan, mereka bisa menerima Rp 5-10 ribu sekali sesi foto.