Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Bukan cuma air sungai yang mengalir jauh sampai ke laut , tapi juga polutan-polutan yang tersebar tersembunyi di dalamnya. Misalnya limbah rumah tangga seperti detergen, limbah industri seperti plastik, limbah pertanian seperti pestisida, dan limbah medis seperti kain kasa. Itu belum semua, karena kini bertambah satu polutan lagi: paracetamol .
Ya, kandungan paracetamol ditemukan di Teluk Jakarta . Pertanyaannya: dari mana asal paracetamol yang diam-diam mengendap di Laut Jakarta itu? Apakah ia berasal dari 30 jutaan penduduk Jabodetabek yang kerap sakit kepala dan mengonsumsi paracetamol—lalu entah bagaimana sisanya terbuang ke laut? Atau dari pabrik farmasi yang tersebar di wilayah itu?
Hal ini menjadi menarik—atau justru terasa wajar—karena konsumsi paracetamol di Indonesia ialah yang tertinggi di Asia Tenggara. Pasar paracetamol Indonesia pada 2018 saja mencapai 8.000 ton. Dan ini sesungguhnya tak mengherankan karena populasi Indonesia adalah yang terbanyak di Asia Tenggara.
Namun, angka itu tak lantas menjadi pembenaran untuk mencemari lautan dengan paracetamol—atau limbah apa pun yang dihasilkan penduduk di wilayah tersebut. Kalaupun dampak polusi itu belum terasa saat ini, itu hanya soal waktu, sampai di masa depan nanti generasi manusia berikutnya merasakan akibat yang ditanam oleh pendahulu mereka.
Isu lingkungan memang hampir selalu dipandang sebelah mata—sampai alam murka. Namun, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak lantas diam mengetahui ada potensi pencemaran paracetamol di Teluk Jakarta. Mereka mengirim tim untuk menyidak tiga pabrik farmasi di Jakarta Utara. Bagaimana sidak itu berjalan?
Langganan kumparan+ untuk menyimak laporan selengkapnya dalam Liputan Khusus “Paracetamol di Laut Jakarta ”.