Parlemen Uni Eropa Sebut Rusia 'Negara Pendukung Terorisme'

24 November 2022 4:19 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Bendera Uni Eropa. Foto: REUTERS/Yves Herman
zoom-in-whitePerbesar
Bendera Uni Eropa. Foto: REUTERS/Yves Herman
ADVERTISEMENT
Parlemen Eropa (EP) mengakui Rusia sebagai 'negara pendukung terorisme' pada Rabu (23/11).
ADVERTISEMENT
EP merupakan lembaga yang menjalankan fungsi legislatif dalam Uni Eropa (UE). Pihaknya menuduh pasukan Rusia melakukan kekejaman selama perang di Ukraina. Resolusi untuk memberikan label tersebut menggalang dukungan 494 dari 705 anggota EP.
Tetapi, resolusi ini mendapatkan pertentangan 58 anggota EP. Langkah itu pun hanyalah aksi simbolis yang tidak mengantarkan konsekuensi hukum terhadap Rusia. EP lantas mendesak pemerintah dari 27 anggota UE untuk mengikuti jejak mereka.
"Serangan dan kekejaman yang disengaja yang dilakukan oleh Federasi Rusia terhadap penduduk sipil Ukraina, penghancuran infrastruktur sipil dan pelanggaran serius lainnya terhadap hak asasi manusia dan hukum humaniter internasional merupakan tindakan teror," bunyi resolusi itu, dikutip dari AFP, Kamis (24/11).
"[EP] mengakui Rusia sebagai negara sponsor terorisme dan sebagai negara yang menggunakan sarana terorisme," imbuhnya.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky saat menghadiri konferensi pers, di Kiev, Ukraina, Jumat (8/4/2022). Foto: Janis Laizans/REUTERS
Ukraina telah berulang kali menyerukan komunitas internasional untuk membuat pernyataan tersebut. Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, lantas memuji hasil pemungutan suara itu.
ADVERTISEMENT
Keputusan dari EP kemungkinan akan memicu amarah Rusia.
"Rusia harus diisolasi di semua tingkatan dan dimintai pertanggungjawaban untuk mengakhiri kebijakan terorisme yang sudah berlangsung lama di Ukraina dan di seluruh dunia," ujar Zelensky.
UE tidak memiliki kerangka hukum dalam menunjuk negara sebagai sponsor terorisme, berbeda dengan Amerika Serikat (AS).
Bila menjatuhkan sebutan ini, AS dapat memberlakukan sanksi ekonomi bagi negara yang menjalin hubungan bisnis dengan Rusia.
Aset-aset Rusia di AS juga berpotensi dibekukan. Washington dapat melarang berbagai produk ekspor komersial dan militer pula.
Pegawai layanan pemakaman dan penyelidik polisi mencatat mayat warga sipil yang dikumpulkan dari jalan-jalan ke pemakaman lokal, di kota Bucha, di luar Kiev, Ukraina, Rabu (6/4/2022). Foto: Oleg Pereverze/REUTERS
Sejauh ini, AS menahan diri memasukkan Rusia ke dalam daftar tersebut. Resolusi EP meminta UE menerapkan kerangka hukum terkait agar mengambil langkah tegas terhadap Rusia.
"Kami mengatakan kebenaran walau tidak menyenangkan. Rusia bukan hanya negara yang mensponsori terorisme, melainkan negara yang menggunakan sarana terorisme," ujar anggota EP dari Lithuania, Andrius Kubilius, yang mempelopori resolusi EP.
ADVERTISEMENT
"Pengakuan fakta ini oleh Parlemen Eropa mengirimkan sinyal politik yang jelas. Eropa, orang Eropa tidak ingin tetap pasif, ketika tetangga besar mereka melanggar semua standar kemanusiaan dan internasional," tambah dia.
Setelah menyetujui resolusi, serangan siber menyasar situs resmi EP.
Seorang anggota yang merahasiakan namanya menyebut serangan itu sebagai serangan siber paling canggih yang pernah menargetkan institusi mereka sepanjang sejarah.
"Parlemen Eropa berada di bawah serangan siber yang canggih. Sebuah kelompok pro-Kremlin telah mengaku bertanggung jawab," cuit Presiden EP, Roberta Metsola.
Ilustrasi serangan siber. Foto: Shutterstock
Anggota European Pirate Party, Mikulas Peksa, menyinggung laporan bahwa serangan ini diklaim kelompok peretas pro-Rusia, Killnet.
"Bila benar, ini adalah serangan besar-besaran terhadap demokrasi Eropa yang membutuhkan tindakan lebih lanjut," tegas Peksa.
ADVERTISEMENT
Killnet pernah mengeklaim tanggung jawab atas serangan-serangan terhadap situs resmi pemerintah AS.
Pihaknya juga mengaku telah mengambil tindakan terhadap negara-engara lain yang menentang invasi Rusia ke Ukraina. Tetapi, keterkaitan resolusi dengan serangan ini belum dikonfirmasi.
"Saya berharap peristiwa hari ini akan membawa kami untuk melindungi data kami dan demokrasi kami dengan lebih baik karena ini pasti bukan terakhir kalinya kami menjadi korban serangan semacam itu," anggota EP dari Jerman, Rasmus Andresen.