Partai Demokrat: Yusril Bela Moeldoko Dapat Untung dari Praktik Politik Hina

24 September 2021 9:53 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Rachland Nashidik, di Bareskrim Dirtipid IV Narkoba, Cawang. Foto: Ricky Febrian/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Rachland Nashidik, di Bareskrim Dirtipid IV Narkoba, Cawang. Foto: Ricky Febrian/kumparan
ADVERTISEMENT
Kubu Moeldoko yang menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deli Serdang kini dibantu oleh advokat sekaligus pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, untuk mengajukan gugatan judicial review (JR) ke Mahkamah Agung (MA). Gugatan itu diajukan untuk menggugat AD/ART Partai Demokrat 2020 yang telah disahkan Kemenkumham.
ADVERTISEMENT
Merespons hal ini, politikus Demokrat Rachland Nashidik mempertanyakan sikap Yusril yang menjadi kuasa hukum kubu Moeldoko.
"Tapi skandal hina pengambilalihan paksa Partai Demokrat oleh unsur Istana, yang pada kenyataannya dibiarkan saja oleh Presiden, pada hakikatnya adalah sebuah krisis moral politik. Dan orang yang mengambil sikap netral dalam sebuah krisis moral, sebenarnya sedang memihak pada si kuat dan si penindas," kata Rachland dalam keterangannya, Jumat (24/9).
Dalam penggalan pernyataannya, Yusril berpendapat saat ini terdapat kekosongan hukum berupa ketiadaan otoritas negara menguji kesesuaian AD/ART partai politik dengan undang-undang. Maka dari itu, Yusril mendesak Mahkamah Agung agar mengeklaim kewenangan tersebut dan menguji AD/ART Partai Demokrat.
Tapi, Rachland menilai harapan Yusril agar AD/ART parpol tidak bertentangan dengan UU maka seharusnya AD/ART semua parpol semestinya diuji.
ADVERTISEMENT
"Justru karena itu, andai benar Yusril peduli, maka ia harus memeriksa AD/ART semua partai bukan cuma Demokrat. Dalam keperluan itu, ia bisa saja memilih bertindak sebagai Profesor Tata Negara yang berjuang dengan sepenuhnya pamrih akademis. Misalnya mendorong legislative review terhadap UU Partai Politik agar kekosongan hukum yang ia sebut bisa dibahas para legislator," jelas Rachland.
Namun, Yusril dianggap sengaja melewatkan partai partai politik anggota koalisi pemerintah. Padahal, faktanya ada partai anggota koalisi pemerintah yang memiliki struktur Majelis Tinggi, namun dengan kekuasaan yang bahkan jauh lebih besar, yakni berwenang membatalkan semua keputusan Dewan Pengurus.
"Yusril, bila meneliti, pasti juga akan menemukan AD/ART partai lain pendukung Jokowi yang mengatur KLB hanya bisa diselenggarakan atas persetujuan Ketua Dewan Pembina," sebut Rachland.
ADVERTISEMENT
Ia pun berasumsi kehadiran Yusril membantu Demokrat KLB Deli Serdang karena di dalamnya ada sosok Moeldoko.
"Jadi kenapa hanya Demokrat? Jawabnya, karena Yusril memihak Moeldoko dan mendapat keuntungan dari praktik politik hina yang dilakukan Kepala Staf Kepresidenan pada Partai Demokrat. Padahal, sebagai advokat, Yusril sebenarnya bisa menolak menjadi kuasa hukum Moeldoko tanpa berakibat pupusnya akses Moeldoko pada keadilan. Moeldoko bukan orang miskin. Duitnya mampu membeli jasa advokat lain," ungkap loyalis SBY ini.
Yusril Ihza Mahendra di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (18/6). Foto: ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Lebih lanjut, atas dasar itulah, Rachland menegaskan klaim netral Yusril tak bisa menutupi keberpihakannya kepada Moeldoko.
"Alih-alih kampiun demokrasi, seperti klaimnya sendiri, Yusril dalam kasus ini justru adalah kuku-kuku tajam dari praktik politik yang menindas," tutup Rachland.
Sebelumnya, advokat Yusril Ihza Mahendra dan Yuri Kemal Fadlullah menjadi pengacara empat orang anggota Demokrat KLB Deli Serdang Moeldoko untuk mengajukan gugatan JR ke Mahkamah Agung.
ADVERTISEMENT
Empat orang yang identitasnya tak disebutkan oleh Yusril itu menggugat AD/ART Partai Demokrat 2020 yang telah disahkan Kemenkumham. JR yang dimaksud meliputi pengujian formil dan materil terhadap AD/ART Partai Demokrat.