Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Pasal Andalan KPK, Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor, Digugat ke MK
23 September 2024 15:47 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Sejumlah pihak yang terdiri dari mantan Direktur Utama Perum Perindo Syahril Japarin, mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam, dan mantan Koordinator Tim Environmental Issues Seatlement PT Chevron Kukuh Kertasafari mengajukan permohonan uji materi (judicial review) terhadap UU Nomor 31 tahun 1999 jo UU Nomor 20 tahun 2001, khususnya Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3.
ADVERTISEMENT
Gugatan itu diajukan ke Mahkamah Konstitusi pada Senin (23/9). Permohonan itu disampaikan lewat kuasa hukum para Pemohon, yakni Maqdir Ismail, Illian Deta Arta Sari, dan Annissa Ismail. Selain itu, tampak juga mereka didampingi oleh Wakil Ketua KPK 2003-2007 Erry Riyana Hardjapamekas.
Maqdir mengatakan kedua pasal dalam UU Tipikor itu merupakan pasal kunci yang sering digunakan aparat penegak hukum untuk menjerat pelaku korupsi, mengingat cakupannya yang luas dan ancaman hukumannya yang cukup berat.
Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menekankan pada dua aspek utama, yaitu perbuatan melawan hukum dan dampak berupa kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Untuk Pasal 3 UU Tipikor, lebih spesifik mengatur tentang penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada pada seseorang karena jabatannya, yang juga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
ADVERTISEMENT
Dalam gugatan itu, Maqdir menekankan bahwa ada pelanggaran HAM yang terjadi saat aparat penegak hukum menjerat pelaku korupsi menggunakan dua pasal tersebut.
Hal itu lantaran kedua pasal tersebut lebih menekankan pada aspek kerugian keuangan negara ketimbang melihat aspek korupsi yang merupakan perbuatan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri.
"Kita melihat bahwa mestinya apa yang kita sebut sebagai korupsi itu memang betul-betul ada kejahatan. Ada penyalahgunaan kewenangan, ada perbuatan melawan hukum, yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain," ujar Maqdir kepada wartawan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Senin (23/9).
"Nah, menguntungkan diri sendiri atau orang lain ini penyebabnya apa? Bukan karena ada kerugian negara tetapi karena ada suap-menyuap. Ini kesalahan-kesalahan kita dalam praktik kita adalah di sini," jelasnya.
Pihaknya pun mengajukan permohonan agar Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor tersebut dihapus. Namun, jika masih tetap diberlakukan, ia berharap adanya syarat yang ditambahkan di dalam pasal tersebut.
ADVERTISEMENT
"Alternatifnya adalah Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 ini kita batalkan. Karena bahkan itu terlalu banyak pelanggaran-pelanggaran terutama orang-orang yang beriktikad baik, yang menjalankan fungsinya secara baik, tetapi karena ada kerugian di BUMN misalnya, mereka dipidana karena ada kerugian, meskipun mereka tidak mengambil apa pun," ucap dia.
Syarat tersebut, lanjutnya, dengan adanya ketentuan tindakan berupa suap-menyuap.
"Ya, itu yang kita mau sampaikan, kalau tidak dibatalkan, beri alternatif. Alternatifnya itu bahwa di situ ada suap-menyuap," tutur Maqdir.
"Tanpa ada suap-menyuap, orang tidak boleh dikenakan dengan pasal ini. Apalagi, kan, orang mengambil kebijakan dengan iktikad baik, kan. Sekali lagi, saya kira pembatasan terhadap makna korupsi ini, ini yang harus kita berikan," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Maqdir menekankan bahwa upaya uji materi ini tidak untuk menghalang-halangi upaya pemberantasan korupsi. Melainkan, agar memberi keadilan.
"Pada dasarnya kita ini bukan tidak setuju dengan pemberantasan korupsi. Kita setuju dengan itu. Korupsi itu harus diberantas sampai ke akar-akarnya," ujarnya.
"Tapi, yang menjadi persoalan pokok adalah jangan sampai pemberantasan korupsi ini menimbulkan ketidakadilan baru," pungkas dia.