Pasal Hina Pemerintah Tetap Masuk RKUHP, Ancaman Maksimal 3 Tahun Penjara

24 November 2022 20:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej.
 Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Pasal penghinaan terhadap pemerintah yang mencakup presiden, wapres, hingga menteri diputuskan tidak dihapus dalam Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP).
ADVERTISEMENT
Namun, ancaman pidana yang tertuang dalam Pasal 240 ini diturunkan dari 3 tahun menjadi 1,5 tahun. Bila berujung kerusuhan, maka ancaman pidananya bisa mencapai 3 tahun penjara.
Komisi III DPR bersama pemerintah telah menyetujui pengesahan RKUHP pada tingkat I pada Kamis (24/11). RKHUP bakal dibawa ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi UU.
"Ini Pasal 240 kami menambahkan beberapa ayat. 'Setiap orang yang di muka umum dengan lisan atau tulisan menghina pemerintah dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori II," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej dalam rapat dengan Komisi III, Kamis (24/11).
"Dua, dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud pada Ayat 1 berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori 4," imbuh dia.
ADVERTISEMENT
Menurut Eddy, Pasal 347 terkait penghinaan kekuasaan umum atau lembaga negara dihapus. Pasal tersebut digabung dalam Pasal 240 yang mengatur penghinaan terhadap pemerintah.
Sehingga Pasal 240 berjudul penghinaan terhadap pemerintah atau lembaga negara. Lembaga negara dibatasi pada lembaga kepresidenan, MA, MK, MPR, DPR, dan DPD.
Pasal tersebut merupakan delik aduan (bersifat formil) dan apabila menyebabkan kerusuhan menjadi delik materil. Pasal penghinaan ini hanya bisa dilakukan lewat aduan sendiri secara tertulis oleh pihak yang dihina.
"Tiga, tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat 1 hanya dapat dituntut berdasarkan aduan pihak yang dihina," ujar Eddy.
"Empat, aduan sebagaimana dimaksud pada ayat 3 dapat dilakukan secara tertulis oleh pimpinan lembaga negara," tambah dia.
Pemerintah yang diwakili oleh Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wakenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej kembali membahas Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (RKUHP) dengan DPR di Ruang Sidang Komisi III DPR RI, Jakarta, Kamis (24/11/2022). Foto: Zamachsyari/kumparan
Dalam penjelasan Pasal 240, yang dimaksud dengan "pemerintah" adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintah negara Republik Indonesia yang dibantu oleh wakil presiden dan menteri sebagaimana dimaksud dalam undang-undang dasar negara Republik Indonesia.
ADVERTISEMENT
Adapun yang dimaksud dengan "kerusuhan" adalah suatu kondisi di mana timbul kekerasan terhadap orang atau barang yang dilakukan oleh sekelompok orang paling sedikit tiga orang.
"Jadi di sini kami katakan, yang dimaksud dengan menghina adalah perbuatan yang merendahkan atau merusak kehormatan atau citra pemerintah atau lembaga negara, termasuk menista atau memfitnah," ujar Eddy.
"Menghina berbeda dengan kritik yang merupakan hak berekspresi dan hak berdemokrasi. Misalnya melalui unjuk rasa atau menyampaikan pendapat yang berbeda dengan kebijakan pemerintah atau lembaga negara," tambah dia.
Demo Mahasiswa Tolak RKHUP di Gedung DPRD Jawa Barat Bubar, Kamis (30/6/2022). Foto: Dok. Ulfah Salsabilah
Dalam negara demokrasi, kata Eddy, kritik penting menjadi bagian dari kebebasan berekspresi, yang sedapat mungkin bersifat konstruktif walaupun mengandung ketidaksetujuan terhadap perbuatan kebijakan atau pemerintah atau lembaga negara lainnya.
ADVERTISEMENT
"Pada dasarnya, kritik dalam pasal ini merupakan bentuk pengawasan, koreksi dan saran terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Jadi kami sudah memberikan rambu-rambu," tegas dia.
Sementara Pasal 218 terkait penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat diri presiden dan/atau wakil presiden juga tak dihapus. Dalam Pasal 218, setiap orang yang merendahkan atau merusak nama baik atau harga diri, termasuk menista atau memfitnah, terancam 3 tahun bui.