Pasal Perzinaan dan Kumpul Kebo di KUHP Jadi Sorotan, Apa Kata Komisi III DPR?

11 Desember 2022 10:59 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari. Foto: Tim Media Taufik Basari
zoom-in-whitePerbesar
Anggota komisi III DPR RI Taufik Basari. Foto: Tim Media Taufik Basari
ADVERTISEMENT
Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru kini menuai pro dan kontra. Pasca disahkan, sejumlah pihak menyoroti tajam sejumlah pasal, termasuk soal Pasal Perzinaan yang termaktub di Pasal 411 hingga 412.
ADVERTISEMENT
Pasal 411 KUHP berbunyi:
(1) Setiap Orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya, dipidana karena perzinaan, dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II.2 hari yang lalu
Mulai dari media asing hingga pakar hukum tanah air menilai pasal ini terlalu mengatur ranah privasi masyarakat. Serta menimbulkan kekhawatiran bagi turis asing yang bisa dipidana karena melakukan praktik kohabitasi.
Anggota Komisi III DPR Fraksi NasDem, Taufik Basari menjelaskan secara detail.
“Di KUHP yang lama, Pasal Perzinaan sudah ada. Namun, di KUHP yang baru mendapat perluasan. Sedangkan untuk Pasal Kohabitasi merupakan pasal yang baru,” ujar Tobas sapaan akrabnya, Minggu (11/12)
ADVERTISEMENT
Tobas lalu membeberkan prosesnya. Dalam pembahasan antara Komisi III DPR dengan pemerintah, ternyata pandangan cukup beragam. Ada yang menganggap dua pasal ini harus dihapus karena terlalu masuk privasi, tapi ada juga yang ingin mempertahankan dan memperjuangkan pasal ini tetap ada di dalam KUHP yang baru.
Akhirnya, lanjut Tobas, kedua pendapat ini harus diakomodir. Karena itu, dua pasal tersebut tetap dipertahankan. Namun Komisi III memberikan batasan-batasan untuk menjawab kekhawatiran banyak pihak.
Seperti apa batasannya supaya tidak menjadi ranah privat? Menurutnya, dua pasal ini dijadikan pasal delik aduan.
"Dan yang bisa mengadukan adalah keluarga terdekat. Keluarga terdekat pun, kita batasi. Siapa saja? Suami atau istri, orang tua atau anak jika tidak terikat perkawinan," papae Ketua DPP NasDem ini.
ADVERTISEMENT
Batasan berikutnya, di dalam pasal ini, seseorang tidak dapat dituntut atau dipidana, kecuali dengan aduan dari orang tua, anak, suami atau istri.
Dan kenapa rumusan pasal ini tidak bisa dituntut kecuali orang terdekat, agar masyarakat bisa memahami kalau masalah ini bukan permasalahan masyarakat, sehingga tidak boleh diadukan oleh masyarakat.
“Yang boleh mengadukan hanya orang-orang tertentu saja. Karena itu bentuk deliknya adalah bentuk kejahatan terhadap lembaga perkawinan dan lembaga keluarga." Tegas Tobas.
Sedangkan untuk Pasal Kohabitasi yang dulu ada kewenangan kepala desa untuk melaporkan pelakunya. Di KUHP yang baru sudah dihapus.
“Tidak boleh melaporkan kecuali suami, istri, orang tua atau anak yang bisa mengadukan. Dan apabila ada pengaduan dari publik selain dari mereka tidak bisa pasal ini diterapkan atau diproses," ungkap Tobas.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, soal ketakutan banyak turis asing yang datang ke Indonesia, lalu sharing room dan dipidana, Tobas menegaskan jika hal tersebut tidak perlu dikhawatirkan.
"Ketika turis datang ke Indonesia dan sharing room bahkan memiliki pasangan di luar pernikahan tidak menjadi masalah sepanjang tidak ada pengaduan dari orang tua atau anaknya serta suami atau istri," urai Tobas.
Bahkan, Komisi III dan Pemerintah menambahkan penjelasan pasal untuk menguatkan. Penjelasannya, segala peraturan di bawah UU yang mengatur kohabitasi ini tidak berlaku atau dikesampingkan.
"Maksudnya apa? Jangan gara-gara dibuat KUHP baru ada penggerebekan. Itu tidak boleh. Dengan adanya penjelasan pasal itu berarti tidak boleh ada Perda-Perda yang mengatur lain dengan apa yang menjadi konsep KUHP baru ini yakni orang tua, suami istri atau anak. Dan tidak dapat dituntut tanpa aduan mereka," tandas Tobas.
ADVERTISEMENT