Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Patrialis Akbar Jadi Kuasa Hukum Hanura dalam Sengketa Pileg di MK
30 April 2024 17:57 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Patrialis Akbar menjadi kuasa hukum partai Hati Nurani Rakyat (Hanura) dalam perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Legislatif atau sengketa Pileg 2024 di Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Patrialis Akbar merupakan mantan Hakim MK yang juga narapidana koruptor. Ia dicopot sebagai Hakim MK karena terlibat korupsi.
Posisi Patrialis tersebut tercantum dalam dokumen permohonan pemohon Hanura yang diunggah di laman resmi MKRI.
Dalam dokumen permohonan yang teregistrasi dengan nomor perkara 151-01-10-20/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024 itu disebut bahwa pemohon adalah Ketua Umum DPP Partai Hanura Oesman Sapta dan Sekjen DPP Partai Hanura Benny Rhamdani.
Keduanya lalu memberikan kuasa kepada Patrialis Akbar dan 7 advokat lainnya.
“Berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 21 Maret 2024 dalam hal ini memberikan kuasa kepada Dr. Patrialis Akbar, S.H.,M.H.,” begitu dikutip di laman MK, Selasa (30/4).
Dalam permohonannya, Hanura meminta Hakim Konstitusi untuk membatalkan Keputusan KPU Nomor 360 Tahun 2024 tentang Penetapan Hasil Pemilu secara nasional. Hanura mempermasalahkan hasil Pileg di tiga Kecamatan Belitang Hulu, Kalimantan Barat.
Gugatan Hanura ini disidangkan di Panel I yang diketuai oleh Ketua MK Suhartoyo. Sidang perdana dijadwalkan hari ini, Selasa (30/4), namun Patrialis Akbar tak terlihat hadir di persidangan.
ADVERTISEMENT
Patrialis Akbar adalah mantan Hakim MK yang merupakan terpidana penerima suap dari pengusaha daging impor. Suap itu untuk memenangkan perkara uji materi di MK terkait Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan yang mengatur tentang batasan impor daging.
Patrialis ditahan sejak Januari 2017 dan bebas bersyarat sejak September 2022. Dalam kasusnya, dia dihukum 7 tahun penjara. Patrialis sempat divonis 8 tahun namun dipotong saat Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.