Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pawai Ogoh-ogoh Pakai Sound Horeg di Kota Denpasar jadi Sorotan
12 Maret 2024 21:01 WIB
ยท
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Pemerintah Kota Denpasar menyoroti sejumlah kelompok pemuda menggunakan sound horeq untuk mengiringi perarakan ogoh-ogoh atau pengerupukan pada Minggu (11/3) malam.
ADVERTISEMENT
Perarakan ogoh-ogoh biasanya digelar satu hari sebelum menjelang Hari Raya Nyepi. Nyepi jatuh pada hari Senin (11/3). Sedangkan, sound horeg adalah sound system yang memiliki getaran suara keras dan berkapasitas besar.
Wakil Wali kota Denpasar I Kadek Agus Arya Wibawa mengaku khawatir penggunaan alat musik tradisional sebagai musik pengiring utama perarakan ogoh-ogoh terancam ditinggalkan dan diganti dengan sound horeg.
"Di lihat di lapangan itu sound system hampir 5 kali 5 (meter) yang notabene itu untuk setelan musik DJ (Diskoji). Ini kan lama-lama tradisi kita khususnya penggunaan alat musik tradisional, gamelan dan baleganjur itu bisa hilang," katanya usai menghadiri tradisi Omed-omed di Desa Sesetan, Denpasar, Selasa (12/1).
Tren penggunaan sound system horeg saat pengerupukan mulai berlangsung sejak tahun 2023 lalu. Pemerintah Kota Denpasar dan Majelis Desa Adat lalu meminta sound system raksasa itu dibongkar.
ADVERTISEMENT
Ada sekitar 3 sampai 4 kelompok pemud terpantau menggunakan sound horeg pada pengerupukan tahun ini. Para pemuda mengaku menggunakan sound system lantaran tidak memiliki alat musik tradisional.
Menurutnya, Pemkot Denpasar akan mencari solusi dan memberikan sanksi kepada kelompok pemuda yang menggunakan sound horeq untuk pengerupukan tahun-tahun berikutnya.
"Tahun depan akan kita tata kita evaluasi dengan cepat dan berdiskusi dengan desa adat apa bentuk sanksi kita kenakan untuk tahun berikutnya kalau tetap ada penggunaan sound system dalam perarakan ogoh-ogoh," katanya.
Salah satu solusi yang ditawarkan adalah kelompok pemuda yang tidak memiliki alat musik tradisional bergabung dengan kelompok yang memiliki alat musik itu.
"Sebenarnya itu bisa kita polakan. Kalau di tempat lain biasanya itu bergandengan, bagi yang punya bale ganjur mereka ikut yang ada. Nanti itu cara kita meminimalkan penggunaan sound system," katanya.
ADVERTISEMENT