PB IDI Dukung Kajian KPK soal Adanya Dugaan Praktik Korupsi dalam PPDS

10 Februari 2025 22:31 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Moh. Adib khumaidi, SpOT Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) dr. Moh. Adib khumaidi, SpOT Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mendukung langkah KPK dalam mengusut dugaan praktik korupsi dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Hal ini merupakan bentuk respons atas kajian yang dibuat KPK mengenai risiko korupsi dan kecurangan dalam PPDS.
"Jadi, kami pernah juga mendapatkan kajian dari Divisi Monitoring KPK berkaitan dengan masalah pendidikan dokter spesialis. Pada prinsipnya kami mendukung upaya-upaya untuk dalam konteks pencegahan tindak pidana korupsi," ujar Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (10/2).
Namun, ia menekankan bahwa kajian tersebut akan lebih komprehensif apabila melibatkan organisasi profesi hingga organisasi pendidikan dokter.
"Tapi, yang paling penting sebenarnya terkait dengan pencegahan [korupsi program] dokter spesialis ini yang kemudian kami juga tadi meminta kita melakukan klarifikasi dalam aspek proses pendidikan ini," kata dia.
"Tentunya, kajian ini akan lebih komprehensif apabila juga melibatkan organisasi profesi, dan organisasi pendidikan atau asosiasi pendidikan," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Dalam rangka mengatasi permasalahan yang terjadi di program PPDS itu, lanjut dia, pihaknya juga akan memberikan masukan terkait pelaksanaan pendidikannya.
"Karena dalam rangka untuk sebuah upaya proses pencegahan, ada hal-hal yang mungkin perlu dijelaskan dalam aspek pendidikan," papar dia.
"Maka, ini perlu lebih komprehensif untuk lebih kita dalami lagi dan nanti kita akan berikan suatu upaya dukungan untuk memberikan masukan juga terkait dengan sebuah proses pendidikan dalam rangka kita mencegah hal-hal yang kemudian bisa mengganggu sebuah proses pendidikan dokter spesialis," ungkapnya.
Lebih lanjut, PB IDI juga menyatakan mendukung penuh peserta PPDS untuk mendapatkan haknya selama menjalani proses pendidikan.
Ia pun menekankan pentingnya pemberian gaji kepada para peserta PPDS. Pasalnya, lanjut dia, peserta PPDS juga memberikan pelayanan kepada masyarakat alih-alih hanya sekadar menjalankan pendidikan.
ADVERTISEMENT
"Karena mereka selain sekolah juga bekerja. Jadi, haknya sebagai pekerja yang itu kemudian bisa menjadi daya dukung sehingga proses dalam pendidikan itu juga tidak berat," tutur Adib.
"Apalagi mereka yang sudah sekolah 7 tahun, sedang pendidikan dokter spesialis yang tidak semuanya juga dari keluarga mampu, sehingga upaya untuk kemudian pemberian penggajian kepada para PPDS atau pendidikan dokter spesialis itu menjadi sangat penting," bebernya.
Deputi Bidang Pencegahan KPK, Pahala Nainggolan memberikan keterangan kepada wartawan di ruang konferensi pers KPK, Jakarta pada Rabu 1 Maret 2023. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Sementara itu, Deputi Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan, menekankan bahwa dalam kajian yang dilakukan ditemukan bahwa peserta PPDS juga masih mengeluarkan biaya tambahan selama menjalani pendidikan.
"Harusnya [peserta PPDS] dibayar karena dia udah enggak kerja jadi dokter umum, [tapi] di sini enggak dibayar lagi. Plus yang kita temukan dokter spesialis juga harus mengeluarkan uang juga untuk bahan praktik segala macam," kata dia.
ADVERTISEMENT
Oleh karenanya, lanjut dia, pihaknya merekomendasikan kepada Kementerian Kesehatan untuk menyediakan anggaran yang cukup, baik di kampus-kampus maupun di rumah sakit.
"Supaya nanti kalau dokter spesialisnya datang mau ambil spesialis, dia dibayar just call-nya, alat kebutuhan dia sampai jadi spesialis 4 tahun ini negara menyediakan baik anggaran FK maupun anggaran rumah sakit," jelas Pahala.
Ia pun menyinggung kasus meninggalnya peserta PPDS Undip imbas bobroknya pendidikan PPDS di Indonesia. Insiden itu juga seakan mencoreng program tersebut.
"Jadi ya kasus-kasus di Semarang, itu akses karena ini tidak disediakan. Jadi begitu orang masuk tahun kedua, dia pikir waduh ini adik kelas boleh juga. Kira-kira gitu ya modelnya," tutur Pahala.
"Karena ini serba enggak disediakan semua, udah enggak dapat kesempatan praktik, yang kerja dibayarnya enggak, plus ngeluarin uang. Maka itu yang orang bilang spesialis mahal di Indonesia," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Sebelumnya, Direktorat Monitoring KPK telah membuat kajian Identifikasi Risiko Korupsi pada Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) di Indonesia. Kajian itu disusun pada April 2023 hingga September 2023, dengan ruang lingkup kajian yakni tata kelola pada PPDS yang diselenggarakan pada tahun 2020–2022.
Dalam kajian itu, KPK melakukan analisis risiko korupsi dan kecurangan yang ada dalam proses PPDS mulai dari proses seleksi, pembiayaan, serta pelaksanaan perkuliahan program PPDS.
Dalam hasil laporannya, ditemukan sejumlah permasalahan terkait pembiayaan hingga praktik bullying dan senioritas di PPDS. Bahkan, muncul temuan adanya biaya tambahan hingga lebih dari Rp 25 juta terkait perilaku senioritas tersebut.
Dalam melakukan kajian ini, KPK melakukan survei kepada peserta PPDS. Dilakukan melalui platform daring dengan google form.
ADVERTISEMENT
Pemilihan responden menggunakan teknik snowball sampling dalam jangka waktu 30 hari hingga data mencapai saturasinya. Kuesioner disebarkan melalui Asosiasi Fakultas Kedokteran Negeri Seluruh Indonesia (AFKNI) yang menurunkan kepada seluruh dekan fakultas kedokteran penyelenggara PPDS. Serta melalui jejaring mahasiswa dan alumni PPDS di tiap program studi.
Jumlah sampel yang mengisi serta selesai diolah adalah sebanyak 1.417. Proporsinya adalah 1.366 responden peserta yang lulus seleksi PPDS baik sebagai mahasiswa maupun alumni. Jumlah sampel +/-10% dari estimasi total populasi residen/peserta didik sebanyak 13.000, berdasarkan data residen Majelis Kolegium Kedokteran Indonesia per 2020. Dengan tingkat kepercayaan sebesar 95% maka didapatkan margin of error sebesar +/- 2.58% yang diharapkan hasil dari survei ini dapat merepresentasikan populasi.
ADVERTISEMENT