PBB Prihatin Akan Kesehatan Aung San Suu Kyi di Penjara

5 September 2022 17:53 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi saat di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda. Foto: REUTERS / Yves Herman
zoom-in-whitePerbesar
Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi saat di Mahkamah Internasional (ICJ) di Den Haag, Belanda. Foto: REUTERS / Yves Herman
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Utusan Khusus PBB untuk Myanmar, Noeleen Heyzer, mengungkapkan keprihatinan atas kondisi kesehatan pemimpin terguling Myanmar, Aung San Suu Kyi, pada Senin (5/9).
ADVERTISEMENT
Dia sebelumnya menyatakan keprihatinan tersebut secara langsung kepada pemimpin junta Myanmar, Min Aung Hlaing. Mereka sempat bertemu di Naypyidaw pada Agustus.
Saat itu, Heyzer meminta para pemimpin kudeta untuk mengizinkan kepulangan Suu Kyi. Heyzer menekankan, dia tidak akan mengunjungi negara itu kecuali dapat menemui Suu Kyi yang kini dipenjara.
"Saya sangat prihatin dengan kesehatannya dan mengutuk hukumannya untuk kerja paksa," ujar Heyzer saat berbicara di ISEAS Yusof Ishak Institute di Singapura, dikutip dari Al Jazeera, Senin (5/9).
"Saya diberi tahu akan ada pertemuan suatu saat nanti," imbuhnya.
Tentara Myanmar terlihat di dalam Balai Kota di Yangon, Myanmar, Senin (1/2). Foto: Stringer/REUTERS
Suu Kyi berada dalam tahanan sejak militer menggulingkan pemerintah terpilih pada 1 Februari 2021. Sebab, para jenderal mengeklaim adanya kecurangan dalam pemilu pada November 2020.
ADVERTISEMENT
Liga Demokrasi Nasional (NLD) mengalahkan partai yang didukung militer kala itu. Namun, pengamat internasional meyakini, pemilu tersebut sebenarnya berlangsung dengan bebas dan adil.
Sejak itu, junta menjatuhkan rentetan hukuman terhadap Suu Kyi. Pada Jumat (2/9), dia dinyatakan bersalah atas kecurangan dalam pemilu.
Junta menjatuhinya hukuman penjara tambahan dengan kerja paksa selama tiga tahun. Setelah kudeta, Suu Kyi juga mengadang tudingan membocorkan informasi rahasia dan melakukan korupsi.
Para pengunjuk rasa yang berdemonstrasi menentang kudeta dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Yangon, Myanmar, Senin (8/2). Foto: Stringer/REUTERS
Junta telah menjatuhkan hukuman penjara hingga enam tahun terhadap Suu Kyi pada 15 Agustus. Alhasil, keseluruhan hukuman penjara bagi Suu Kyi telah menyentuh 20 tahun.
Bila menghitung seluruh tuduhan, wanita berusia 77 tahun itu dapat menerima hukuman penjara maksimum 190 tahun. Perebutan kekuasaan mengantarkan tragedi mendalam pula bagi masyarakat.
ADVERTISEMENT
Myanmar terperosok dalam krisis seiring militer menindak keras protes nasional. Para pengunjuk rasa mulai mengangkat senjata, sedangkan militer mengebom desa-desa.
Memberantas perlawanan sipil, rezim militer telah menewaskan sekitar 2.263 orang sejak kudeta di Myanmar. Pada Juli, junta menggantung empat tokoh oposisi hingga memicu kecaman dunia.
Polisi menembakkan meriam air selama bentrokan dengan para pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer dan menuntut pembebasan pemimpin terpilih Aung San Suu Kyi, di Naypyitaw, Myanmar. Foto: Stringer/REUTERS
Selama pertemuan dengan junta, Heyzer menuntut enam permintaan terkait situasi tersebut. Dia mendesak penghentian eksekusi dan pembebasan tahanan politik serta anak-anak.
Heyzer turut meminta pengiriman bantuan kemanusiaan, pengakhiran kekerasan, dan pertemuan dengan Suu Kyi.
"Terlibat dengan SAC [Dewan Administrasi Negara Myanmar] bukanlah proses yang mudah," ungkap Heyzer.
Heyzer menjelaskan, kunjungan itu hanya membuahkan sedikit hasil. Namun, dia mengharapkan, hasil tersebut tetap dapat berkontribusi.
Heyzer menggarisbawahi tuntutannya atas jaminan untuk tidak menahan anak di bawah usia 12 tahun di Myanmar. Dia juga berharap upaya itu dapat segera mengantarkannya untuk bertemu Suu Kyi.
ADVERTISEMENT
"Saya senang dapat melakukan kunjungan pertama saya, tetapi bila saya akan melakukan kunjungan berikutnya, itu hanya akan terjadi bila saya dapat menemui Aung San Suu Kyi," tegas Heyzer.