PBNU: Status Mardani Maming Sebagai Bendum Masih Nonaktif, Tunggu Putusan Inkrah

30 Juli 2022 13:38 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mardani Maming di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Mardani Maming di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (28/7/2022). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
ADVERTISEMENT
Status Mardani Maming sebagai Bendahara Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (Bendum PBNU) 2022-2027 masih nonaktif. Belum diberhentikan secara permanen.
ADVERTISEMENT
Ketua PBNU Ahmad Fahrur Rozi mengatakan, keputusan soal pemberhentian Maming secara permanen baru akan diputuskan setelah putusan hukum tetap. Menunggu putusan terhadap Mantan Bupati Tanah Bumbu itu inkrah.
“Sementara ini masih nonaktif, sambil menunggu status hukum inkracht,” kata Gus Fahrur — sapaan akrab Ahmad Fahrur Rozi — saat dikonfirmasi kumparan, Sabtu (30/7).
Sebelumnya, Gus Fahrur menyebut bahwa keputusan soal status Mardani Maming telah dibicarakan di Pimpinan PBNU saat ia ditetapkan tersangka oleh KPK. Namun saat itu PBNU masih menunggu putusan praperadilan yang sempat diajukan Maming di Pengadilan Jakarta Selatan.
Gugatan Mardani Maming tidak diterima oleh hakim PN Jaksel. Sehari setelah putusan itu, Kamis (28/7), ia menyerahkan diri ke KPK. Kini, kader PDIP itu telah ditahan di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur.
ADVERTISEMENT
“Sudah ada rapat gabungan satu bulan yang lalu, bahwa Beliau diputuskan nonaktif jika ditetapkan tersangka, setelah proses praperadilan selesai,” kata Fahrur atau akrab disapa Gus Fahrur saat dihubungi, Kamis (28/7).
“Artinya, keputusan itu sudah berlaku,” tambahnya.
Gus Fahrur mengatakan bahwa perkara yang dihadapi Mardani Maming murni pribadi. Tidak ada kaitannya dengan PBNU. Di luar pengetahuan PBNU.
“Ini murni kasus pribadi beliau yang terjadi saat menjabat bupati dan sama sekali tidak ada kaitan dengan PBNU,” kata dia.
“Kita berharap tidak ada framing negatif terhadap PBNU karena kasus itu terjadi jauh sebelum beliau masuk kepengurusan PBNU,” pungkasnya.
Kasus Mardani Maming
Kasus ini terkait Peralihan Izin Usaha Pertambangan Operasi dan Produksi dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (PT BKPL) ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PT PCN) di Kabupaten Tanah Bumbu.
ADVERTISEMENT
KPK menemukan adanya dugaan peran Mardani Maming selaku Bupati Tanah Bumbu dalam penerbitan izin pertambangan tersebut.
Selain itu, Mardani Maming juga diduga meminta Henry Soetio mengajukan pengurusan perizinan pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan. Diduga, pengelolaan dimonopoli PT Angsana Terminal Utara milik Mardani Maming.
Setelah PT Prolindo Cipta Nusantara beroperasi dalam penambangan batubara berkat pelimpahan izin tersebut, Mardani Maming diduga mendirikan beberapa perusahaan. Pendirian itu diduga difasilitasi dan dibiayai oleh PT Prolindo Cipta Nusantara.
Perusahaan-perusahaan itu diduga dipegang oleh sejumlah pihak yang masih terafiliasi dengan Mardani Maming. Diduga, aliran uang disamarkan dengan kerja sama bisnis PT Prolindo Cipta Nusantara dengan perusahaan-perusahaan tersebut
Pendirian perusahaan-perusahaan itu diduga dimaksudkan untuk menyamarkan aliran uang untuk Mardani Maming sebagai fee atas pemberian izin usaha pertambangan (IUP) terkait. KPK meyakini Mardani Maming mendapat Rp 104 miliar.
ADVERTISEMENT
Uang diduga diterima dalam bentuk tunai maupun transfer sekitar Rp 104,3 miliar dalam kurun waktu 2014 sampai 2020.
Terkait masalah aliran uang itu, Mardani Maming pernah membantahnya. Pengacara Mardani Maming menyatakan KPK tak punya bukti soal aliran uang maupun soal afiliasi dengan sejumlah perusahaan. Mereka pun menyatakan bahwa yang terjadi ialah murni masalah bisnis.
Hal ini sempat menjadi dasar Mardani Maming mengajukan praperadilan. Namun, praperadilan itu tidak diterima.
Mardani Maming merupakan kader PDIP pernah menjabat Bupati Tanah Bumbu selama dua periode sejak tahun 2010-2018. Sebelum itu, dia pernah menjabat sebagai Komisaris PT. Bina Usaha; Anggota DPRD Kab. Tanah Bumbu Fraksi PDIP.