PDIP Dorong PPHN: Apa Ada Jaminan yang Dilakukan Jokowi Akan Dilanjutkan?

13 September 2021 17:54 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kalau Alamat di KTP Diubah, di KK Juga Diubah Foto: Ade Nurhaliza/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Kalau Alamat di KTP Diubah, di KK Juga Diubah Foto: Ade Nurhaliza/kumparan
ADVERTISEMENT
Ketua Badan Pengkajian MPR RI Fraksi PDIP, Djarot Saiful Hidayat, menilai amandemen UUD 1945 untuk memasukkan Pokok-pokok Haluan Negara (PPHN) sangat penting. Menurutnya, selama ini nihilnya PPHN telah membuat ketidak selarasan para pemimpin negara mulai dari wali kota hingga gubernur.
ADVERTISEMENT
“Keberadaan haluan negara adalah urgent, penting, sangat penting. Kenapa? Haluan negara ini adalah sebagai peta jalan mau menuju ke mana Indonesia ini. 20 tahun ke depan, 50 tahun ke depan,” kata Djarot dalam Diskusi 4 Pilar MPR RI di Senayan, Senin (13/9).
“Ketika sudah tidak ada lagi yang namanya haluan negara, yang ada undang-undang itu, ya, maka yang kita alami sekarang adalah adanya ketidakselarasan antara visi misi gubernur, bupati, wali kota, dan presiden. Tidak ada lagi keberlanjutan antara jabatan presiden sekarang dengan presiden berikutnya, demikian juga gubernur, wali kota,” jelasnya.
Djarot mengakui sejak MPR tak lagi berwenang menetapkan haluan negara, termasuk menetapkan TAP MPR, perencanaan pembangunan nasional telah diperkuat dengan berbagai undang-undang. Hingga yang terbaru UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2000-2025.
Presiden Jokowi saat menghadiri pelantikan anggota DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Selasa (1/10/2019). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Kendati demikian, rencana ini kemudian dituangkan lagi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) melalui Perpres. Sehingga menurut Djarot, PPHN sangat dibutuhkan untuk menentukan kontinuitas pembangunan negara.
ADVERTISEMENT
“Sehingga yang kita pikirkan, kita diskusikan selama di badan pengkajian adalah setelah Pak Jokowi ini, apakah ada jaminan bahwa landasan yang sudah ditetapkan, dilaksanakan selama 10 tahun akan bisa dilanjutkan oleh penggantinya? Demikian juga di level provinsi, kota, dan kabupaten,” terang Djarot.
Selain itu, wacana amandemen UUD 1945 juga mengkaji nasib TAP MPR yang masih berlaku agar kemudian dapat diintegrasikan dengan PPHN.
“Ada 11 masih berlaku. Misalnya TAP MPR tentang demokrasi ekonomi, tentang demokrasi berbangsa dan bernegara, TAP MPRS No 25 tentang Pembubaran PKI, dan lain sebagainya,” ujar Djarot.
Suasana sidang tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
“Keberadaan TAP MPR ini, kalau ada haluan negara dalam bentuk TAP, maka ini akan diintegrasikan, dimasukkan di dalam haluan negara itu. Kalau itu dalam bentuk TAP MPR. Karena UU tidak bisa menganulir TAP. Bagaimana ini, padahal ini dokumen tertulis. Bagaimana nasibnya? Padahal kalau kami baca ini banyak yang masih banyak relevan,” tambah dia.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, lanjut Djarot, badan pengkajian MPR fokus membahas dan merumuskan PPHN untuk dimasukkan dalam wacana amandemen UUD 1945. Pengkajian ini filosofis, tidak teknokratis, termasuk melebar ke masa perpanjangan masa jabatan presiden.
“Sifatnya lebih filosofis, lebih ideologis, sehingga bisa diterjemahkan ke dalam visi misi para kepala daerah atau kepala pemerintahan. Kita berpikirnya begini: haluan negara, maka ketika presiden menyampaikan visi misinya, dia harus mengacu kepada haluan negara yang merupakan turunan pertama dari Undang-undang Dasar 1945,” terangnya.
“Jadi enggak seenaknya saja. Demikian juga gubernur, wali kota sampai lurah bikin visi dan misi [sendiri]. Saya juga punya pengalaman sebagai kepala daerah. Ketika menyusun visi misi, kepala daerah itu bukan menyusun sendiri, yang menyusun adalah konsultannya, tim kampanyenya, enggak peduli dia, pokoknya asal menang,” tandas dia.
ADVERTISEMENT