PDIP: Koruptor Lebih Baik Dimiskinkan Daripada Dihukum Mati

11 Desember 2019 17:04 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di TIM, Menteng, Jakarta Pusat. Foto:  Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto di TIM, Menteng, Jakarta Pusat. Foto: Adhim Mugni Mubaroq/kumparan
ADVERTISEMENT
Presiden Jokowi mewacanakan menjatuhkan hukuman mati bagi koruptor. Menurut Jokowi hal ini bisa saja dilakukan jika masyarakat menghendakinya.
ADVERTISEMENT
Terkait hal tersebut, Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengatakan lebih baik koruptor dimiskinkan daripada dihukum mati. Sebab, kata dia, pelaksanaan hukum di Indonesia harus sesuai dengan landasan ideologi Pancasila.
"PDIP merasa bahwa dengan jalan koruptor dimiskinkan bahkan ada koruptor yang kemudian menerima hukuman, karena dia adalah pejabat negara melakukan kerusakan sistemik. Ada yang dilakukan hukuman seumur hidup itu jauh lebih relevan," kata Hasto di Kantor DPP PDIP, Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, Rabu (11/12).
"Mengingat kita juga terikat dengan konvensi-konvensi nasional yang menghapuskan hukuman mati. Kita juga harus lihat semangat pendirian republik ini melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, termasuk melindungi kehidupan itu," tambahnya.
Apalagi, kata dia, terdapat sejumlah upaya yang telah dilakukan pemerintah untuk mencegah korupsi. Sehingga, menurut dia, koruptor dimiskinkan akan memberikan efek jera.
ADVERTISEMENT
"Memiskinkan para koruptor, mencabut hak politik yang juga menciptakan suatu efek jera. Tetapi ketika sebuah langkah yang sifatnya shock therapy untuk dilakukan, ini tentu saja memerlukan sebuah pertimbangan kemanusiaan," kata dia.
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto saat tiba dirumah Megawati, di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, Kamis (24/10/2019). Foto: Helmi Afandi/kumparan
Ia meminta adanya pertimbangan matang sebelum menghidupkan hukuman mati bagi koruptor.
"Hal yang menyangkut dengan kehidupan seorang manusia, kita harus hati-hati. Karena kita bukan pemegang kehidupan atas orang per orang, kita harus merawat kehidupan itu," ucapnya.
"PDIP menyetujui sanksi yang terberat, memiskinkan koruptor, bahkan sanksi sosial. Tetapi untuk hal sifatnya terkait hak hidupnya itu harus dipertimbangkan dengan matang," pungkas Hasto.
Sebelumnya, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan, hukuman mati untuk koruptor sebenarnya sudah ada di dalam UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Namun dalam pelaksanaan hukuman tersebut, tak sembarang koruptor yang bisa dihukum mati. Hanya koruptor yang terbukti menyelewengkan dana alokasi bantuan bencana alam semata.
ADVERTISEMENT
Yasonna juga mengatakan, meski sudah diatur dalam UU Tipikor, pelaksanaan hukuman mati bagi koruptor belum pernah dilaksanakan.
"Itu Pak Presiden bilang kalau ada wacana itu akan dibahas nanti. Tapi UU-nya sekarang kan ada. Yang jelas ada tapi belum pernah dipakai juga," kata Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (9/12).
Perlu diketahui, dalam pasal 2 ayat 2 UU Tipikor dijelaskan secara rinci ketentuan hukuman mati bagi para koruptor. Berikut bunyinya pasal dan ayatnya;
Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000.00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
ADVERTISEMENT
(2). Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu pidana mati dapat dijatuhkan.
Penjelasan Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" dalam ketentuan ini dimaksudkan sebagai pemberatan bagi pelaku tindak pidana korupsi apabila tindak pidana tersebut dilakukan pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan undang-undang yang berlaku, pada waktu terjadi bencana alam nasional, sebagai pengulangan tindak pidana korupsi, atau pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.