PDIP Sebut Ada Sosok Toxic Orde Baru di Dekat Jokowi

30 Oktober 2023 19:52 WIB
·
waktu baca 2 menit
Aria Bima saat menghadiri rapat panja Jiwasraya dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (23/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Aria Bima saat menghadiri rapat panja Jiwasraya dengan Komisi VI DPR RI, Kamis (23/1). Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Politikus senior PDIP Aria Bima mengatakan, Presiden Joko Widodo kini terancam dipengaruhi oleh sosok toxic dari zaman orde baru. Namun ia tidak menyebut siapa sosok tersebut.
ADVERTISEMENT
“Kita tidak ingin virus orde baru, toxic orde baru, ya, toxic relationship orde baru masuk dalam lingkaran Pak Jokowi,” kata Bima di Media Centre TPN Ganjar-Mahfud, Menteng, Jakarta Pusat, Senin (30/10).
Bima menyebut, sosok ini kini berada di lingkaran pemerintahan Jokowi dan dikhawatirkan bisa terus memberikan pengaruh buruk, terutama dalam setiap kebijakan yang diambilnya sebagai pimpinan negara.
Anggota Dewan dari Fraksi PDIP itu mengatakan, salah satu dampak dari pengaruh lingkungan toxic ini adalah putusan Mahkamah Konstitusi tentang batas usia minimum capres-cawapres.
Khususnya, penambahan ketentuan yang menyebut pimpinan daerah yang terpilih lewat mekanisme pemilu bisa mendaftar meskipun berusia kurang dari 40 tahun.
Presiden Joko Widodo memberikan sambutan saat menghadiri upacara pembukaan KTT ke-3 Belt Road Forum (BRF) di Great Hall of The People, Beijing, China, Rabu (18/10/2023). Foto: Edgar Su/REUTERS
Ketentuan inilah yang kemudian menjadi tiket putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, melenggang dalam kontestasi Pilpres 2024.
ADVERTISEMENT
“Karena toxic relationship ini akan berakibat pada mundurnya proses kita membangun sistem demokrasi,” kata Bima.
“Kita tidak ingin justru beberapa hal yang terkait proses keputusan Mahkamah Konstitusi ini menjadi sesuatu yang berakibat pada proses kemunduran demokrasi,” lanjutnya.
Saat dikonfirmasi lebih lanjut siapa sebenarnya sosok yang ia tuding sebagai toxic orde baru, Bima mengatakan sosok itu adalah yang meminta Gibran menjadi cawapresnya.
“Beberapa peristiwa sudah terpengaruh. Bagaimana mengabaikan sistem meritokrasi kemudian otak-atik sandaran konstitusi undang-undang hanya sekadar meloloskan keinginan punya cawapres dari putranya (Jokowi)” tuturnya.
“Ini saya tahu, ini bukan keinginan subjektif Pak Jokowi sebenarnya, ini faktor keterpengaruhan lingkungannya,” pungkasnya.