Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
PDIP soal DPA: Balik ke UUD 45 Awal, Padahal Amandemen Belum Dibahas
11 Juli 2024 16:12 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ketua DPP PDIP, Djarot Saiful Hidayat, menanggapi pembahasan tiba-tiba RUU Wantimpres yang akan diubah jadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) di Baleg DPR. Menurutnya, menghidupkan kembali DPA sama artinya dengan kembali pada naskah UUD 1945 yang awal.
ADVERTISEMENT
"Kalau begitu kan kita kembali ke UUD 1945 dong [soal] keberadaan DPA, ya kan? Kita coba tanya ke para ahli tata negara ya, dengan keberadaan DPA ini, itu kan nuansanya sama dengan yang termaktub dalam UUD 1945," kata Djarot di Gedung DPR, Senayan, Kamis (11/7).
Apalagi, Djarot menilai, posisi DPA bisa sejajar dengan presiden karena bakal jadi sebuah lembaga negara, bukan lagi lembaga pemerintah. Menurutnya pembahasan RUU Wantimpres harus dibahas secara detail.
"Sejajarnya seperti apa, terus bagaimana proses pengisian orangnya, persyaratannya. Kan jelas bagaimana proses di situ, ada prasyarat harus mempunyai sifat-sifat kenegarawan. Untuk kenegarawan itu kan perlu di-break down seperti apa, jadi biarkan nanti ini ahli hukum tata negara yang bisa menjelaskan," tuturnya.
ADVERTISEMENT
Djarot mengungkapkan, MPR juga belum pernah membahas amandemen UUD 1945 dan menghidupkan kembali DPA. Selama ditugaskan di badan pengkaji MPR, Djarot mengaku belum pernah tau ada pembahasan amandemen soal keberadaan DPA.
"Saya ditugaskan di badan pengkajian MPR itu belum pernah membahas amandemen terkait dengan keberadaan DPA itu, yang sesuai dengan jiwa dan semangat Indonesia 45 yang asli loh ya," ucap anggota Komisi IV DPR itu.
Saat ditanya soal revisi UU Wantimpres untuk bagi-bagi jabatan, Djarot menyerahkan penilaian kepada masyarakat. Ia juga menyinggung soal rencana penambahan jumlah pos kementerian menjadi 40 dari yang awalnya 34.
"Ini nanti masyarakat yang akan bisa menilai dan berbahaya kalau seumpama memang betul itu digunakan untuk bagi-bagi jabatan dan tidak dilakukan secara meritokrasi sistem ini sangat berbahaya mengancam kehidupan demokrasi kita ke depan," tandas Djarot.
ADVERTISEMENT