PDIP soal Isu Politik Dinasti Jokowi: Kita Negara Modern, Anti-Dinasti

15 Oktober 2023 14:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, dan Kaesang Pangarep di kediaman Erina Sofia Gudono di Dusun Purwosari, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (9/12). Foto: Youtube/Presiden Joko Widodo
zoom-in-whitePerbesar
Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming, dan Kaesang Pangarep di kediaman Erina Sofia Gudono di Dusun Purwosari, Desa Sinduadi, Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Jumat (9/12). Foto: Youtube/Presiden Joko Widodo
ADVERTISEMENT
Politik dinasti Jokowi belakangan menjadi isu hangat di publik. Anggapan ada dinasti Jokowi muncul usai putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, digadang-gadang sebagai cawapres.
ADVERTISEMENT
Sementara putra bungsunya, Kaesang Pangarep, mendadak menjabat Ketum PSI.
Terkait ada atau tidaknya manuver tersebut, Ketua Badan Kehormatan DPP PDIP Komarudin Watubun mengatakan biar masyarakat yang menilai.
"Saya pikir itu biar rakyat yang menilai," kata Komarudin saat dihubungi, Minggu (15/10).
Presiden Jokowi membuka Konferensi Tingkat Tinggi AIS Forum 2023 di Bali Nusa Dua Convention Center, Nusa Dua, Kabupaten Badung, Bali, Rabu (11/10/2023). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO
Namun, ia tegas menentang ide adanya dinasti politik. Menurutnya publik juga pasti tak sepakat apabila ada upaya membangun dinasti politik di era sekarang.
"Saya dari dulu, bukan sekarang, soal dinasti (menentang), kita kan bukan kerajaan. Indonesia kan asal kerajaan, tapi ketika sepakat republik, kita jadi negara modern. Negara modern anti dinasti-dinasti, kan," kata Komarudin.
"Saya kira semua orang nggak setuju kalau kita bangun dinasti di saat manusia modern," ujarnya.
Komarudin mengingatkan salah satu alasan Orde Baru ditentang karena ada indikasi dinasti kekuasaan.
ADVERTISEMENT
"Secara garis besar, kita dulu ramai-ramai tolak Orba karena salah satu sub faktor karena KKN. Keledai sekali pun nggak mungkin masuk lubang yang sama, apalagi manusia waras," kata dia.
Selain itu, dia juga meyakini perlu proses kaderisasi sebelum seseorang menjadi pemimpin.
"Semua harus lewat proses matang, kita urus negara, bukan urus RT/RW, atau kota kecil. Kita urus Sabang-Merauke. Kematangan organisasi, kematangan politik, itulah jadi dasar kita memimpin. Inggris saja, itu pewaris takhta kerajaan harus ikut persyaratan dasar," lanjutnya.
Komarudin Watubun Foto: Ricad Saka/kumparan
Komarudin memandang konsep dinasti kekuasaan juga ditentang PDIP. Ia menyinggung Ketum Megawati Soekarnoputri kerap memberi kesempatan banyak pihak untuk memimpin, meski berpeluang mengusung anggota keluarganya sendiri di pemilihan.
"PDIP partai terbuka umum, apalagi Ibu. Justru keterbukaan Ibu itu kasih kesempatan Pak Jokowi memimpin negara. Waktu itu Ibu Ketum, tapi sudah, kasih Pak Jokowi (maju capres). (Itu) proses regenerasi Ibu Mega. Jadi meski hari ini Bu Mega pimpinan parpol paling tua di antara pimpinan parpol lain, tapi dia kaderkan orang," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Itu yang harus dimengerti. Sampai Pak Jokowi dikasih kesempatan memimpin kemarin. Juga kalau Ibu mau bikin takhta, Mba Puan bisa jadi capres atau wapres, kan tidak juga. Ibu tetap kasih kesempatan Ganjar yang masuk. Saya kira orang belajar dari apa yang dikerjakan Ibu lah. Ibu negarawan, kalau kita berpikir politik, kepentingan sesaat, nggak sampai," pungkas dia.