PDPI: 70% dari Sampel Corona asal Kudus yang Diuji Genome Itu Varian Delta

18 Juni 2021 18:16 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi positif terkena virus corona.
 Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi positif terkena virus corona. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Ketua Umum PDPI dr. Agus Susanto mengatakan sudah banyak varian corona B.1617.2 asal India (Delta) yang ditemukan di Kudus, Jateng. Bahkan, dari seluruh sampel yang di tes Whole Genome Sequencing (WGS) untuk memetakan varian baru di Kudus, sebanyak 70 persennya adalah varian Delta.
ADVERTISEMENT
"Varian baru memang sudah banyak di Indonesia, termasuk di Kudus. Kemarin saya juga ke sana langsung melihat relawan kami. Di sana memang ditemukan varian Delta yang cukup banyak. Dari sampel yang diperiksa WGS, sekitar 70 persen itu varian Delta," kata Agus dalam jumpa pers virtual, Jumat (18/6).
Dalam kesempatan yang sama, Dokter Spesialis Paru, Erlina Burhan, mendetailkan berapa varian Delta yang ditemukan di Kudus. Ia pun menambahkan jumlah varian Delta yang ada di Jakarta.
"Ya varian baru tersebut 28 [kasus] ditemukan di Kudus. Di Jakarta sudah sudah 20 varian baru Delta. Jadi kalau di Jakarta sudah ditemukan maka sekitarnya juga terpapar," kata dia.
Kasus COVID-19 di Indonesia memang tengah melesat naik usai libur Lebaran, imbas dari kegiatan mudik, belanja, wisata, hingga silaturahmi. Sementara mutasi corona Variant of Concern (VOC) yang diwaspadai WHO lebih cepat menular pun makin banyak ditemukan di RI.
ADVERTISEMENT
Berkaitan dengan hal ini, Agus berpendapat sulit untuk menentukan faktor mana yang lebih berpengaruh meningkatkan kasus corona di Indonesia. Tetapi secara pribadi, dia berpendapat kenaikan kasus adalah kombinasi keduanya.
"Apakah kecenderungan peningkatan kasus saat ini karena varian Delta? Tentu perlu evaluasi menyeluruh kota yang terjadi peningkatan zona merah. Kemenkes harus lakukan WGS sehingga kita bisa memberikan kesimpulan," terang dia.
"Tapi, secara garis besar peningkatan yang terjadi itu memang mungkin kombinasi dari longgarnya kegiatan di masyarakat, kurangnya prokes yang mulai diabaikan, mungkin euforia sudah vaksin, atau terlalu capek sehingga sekeluarga abai prokes, dan tentu varian baru," pungkasnya.