Pegawai Bimbel Makassar Dibui usai Sebut Masuk Akpol Bayar, Ahli Hukum Dorong RJ

22 Januari 2025 17:41 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ASN Institute Bimbel yang tulis artikel Biaya Masuk Akpol. Foto: kumparan
zoom-in-whitePerbesar
ASN Institute Bimbel yang tulis artikel Biaya Masuk Akpol. Foto: kumparan
ADVERTISEMENT
Tiga pegawai ASN Institute, tempat bimbingan belajar (bimbel) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), ditetapkan tersangka oleh polisi.
ADVERTISEMENT
Mereka diamankan oleh Subdit V Cybercrime Polda Sulsel dan dijerat dengan pasal 45A ayat 1 dan 2 jo Pasal 28 ayat 1 dan 2 UU ITE. Ancaman hukumannya penjara 6 tahun dan/atau denda Rp 1 miliar.

Ahli Hukum UGM Soroti Polisi

Terkait hal tersebut, ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Fatahillah Akbar, mengatakan penetapan tersangka ini aneh. Dia pun mempertanyakan penerapan pasal yang diterapkan.
"Aneh ya, kena pasal apa? Kena pasal hoaks dalam perlindungan konsumen 28 ayat 1 atau hoaks terkait sara 28 ayat 2?" kata Akbar dikonfirmasi, Rabu (22/1).
"Kalau 28 ayat 1 jelas enggak. Kalau 28 ayat 2 apakah ada suku agama ras dan sebagainya?" jelasnya.
Lalu jika disangkakan pencemaran nama baik, Akbar mengatakan pencemaran nama baik harus perorangan korbannya. Bukan institusi.
ADVERTISEMENT
"Kalau sekadar hoaks 28 ayat 3 harus ada kerusuhan fisik," jelasnya.
Pengamat hukum pidana UGM, Fatahillah Akbar. Foto: Twitter/@mfatahilahakbar
Menurut Akbar, jika pasal-pasal itu yang diterapkan kepada para tersangka, maka sejatinya tidak tepat.
"Jadi menurut saya enggak ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku. Ditunggu saja paling sebentar lagi di-SP3," terangnya.

Pidana Upaya Terakhir

Menurut Akbar, jika kasusnya macam ini, seharusnya Kepolisian cukup memberikan klarifikasi tanpa perlu menyeret ke ranah pidana.
"Malah memaksakan pasal dan akan tidak objektif karena yang diserang kepolisian," katanya.
Seharusnya polisi memberikan edukasi bahwa pidana adalah upaya terakhir dalam kasus seperti ini.
"Harusnya kepolisian mengedukasi bahwa laporan pidana itu upaya terakhir jika upaya-upaya lain tidak bisa digunakan," katanya.

Dosen Hukum Tamalatea Dorong RJ

Dosen hukum Universitas Tamalatea Makassar, Mualimunsyah. Foto: Dok. Istimewa
Hal senada juga disampaikan oleh dosen hukum dari Universitas Tamalatea, Mualimunsyah. Dia mengatakan, penanganan kasus penyebaran berita bohong seharusnya mengedepankan pendekatan edukatif. Apalagi, belum adanya masyarakat yang menjadi korban.
ADVERTISEMENT
"Kepolisian harus lebih mengedepankan upaya pendekatan edukatif menyelesaikan masalah ini," kata Mualimunsyah kepada wartawan, Rabu (22/1).
"Pada prinsipnya bukan semata-mata soal benar atau salah, melainkan bagaimana Institusi Polri harus menjadi sistem edukasi bagi masyarakat pada umumnya," sambung dia.
Menurutnya, apabila penanganan penyebaran berita bohong selalu dengan upaya penangkapan kepada terduga pelaku, maka kepolisian terkesan tidak mengenal upaya restorative justice (RJ).
Kata dia, semangat RJ harus terus digaungkan Institusi Penegak Hukum. Sehingga, terduga pelaku mestinya hanya diberikan sanksi sosial seperti permintaan maaf.
“Penerapan RJ dalam perkara ini bukan semata-mata untuk menghilangkan asas kepastian hukum akan tetapi asas keadilan dan asas kemanfaatan hukum itu telah di kesampingkan,” ujarnya.

Komisi III: Kedepankan RJ

Ahmad Sahroni saat audiensi bersama keluarga almarhum Dini di Jakarta, Senin (29/7/2024). Foto: Youtube/ TVR Parlemen
Hal serupa juga disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni. Ia sebut, penyebaran berita bohong terkait biaya masuk Akpol termasuk kasus sepele.
ADVERTISEMENT
“Institusi wajib dijaga marwahnya, tetapi kedepankan restorative justice,” katanya, terpisah.

Pimpinan Bimbel Telah Minta Maaf

Pimpinan ASN Institute, TM, telah meminta maaf atas perbuatannya. Mereka mengakui telah menyebarkan berita bohong terkait seleksi Akpol 2025.
“Kami memohon maaf yang sebesar-besarnya atas kekeliruan dari informasi yang kami berikan,” katanya.
TM menjelaskan, terkait artikel biaya seleksi Akpol didapatkan juga dari salah satu website.
“Sebenarnya niat hanya menyampaikan informasi terkait penerimaan Akpol ini. Kami dapat dari website lain, di situlah kekeliruan kami tidak melihat kredibilitas dari website tersebut. Sekali lagi saya mohon maaf. Dan ini betul-betul kelalaian kami,” ujarnya.

Polda Sulsel Pastikan Masuk Akpol Gratis

Sementara itu, Kasubdit Cybercrime Polda Sulsel, Kompol Bayu Wicaksono mengatakan "Pada kenyataannya, biaya masuk Akpol itu tidak ada," jelasnya pada Selasa (21/1).
ADVERTISEMENT
Ia menjelaskan, kasus terungkap berawal dari patroli siber yang dilakukan Bareskrim Polri. Temuan itu ditindaklanjuti, dan polisi berhasil menemukan pelaku di tempat bimbel ASN Institute.
“ASN Institute ini membuat artikel terkait biaya masuk Akpol. Lalu, dipublikasikan di situs resmi ASN Institute,” sambungnya.