Pekerja di Prancis Bakal Mogok Nasional Akibat Biaya Hidup Alami Kenaikan

18 Oktober 2022 8:49 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Aksi demo di Prancis. Foto: REUTERS/Christian Hartmann
zoom-in-whitePerbesar
Aksi demo di Prancis. Foto: REUTERS/Christian Hartmann
ADVERTISEMENT
Prancis bersiap menghadapi aksi mogok nasional dalam industri perminyakan dan layanan transportasi pada Selasa (18/10).
ADVERTISEMENT
Selama hampir tiga pekan terakhir, para pekerja meluncurkan aksi mogok massal di sejumlah kilang dan depot minyak di seluruh negeri. Aksi mereka memicu kekurangan bahan bakar dan melumpuhkan pasokan bagi lebih dari 30 persen SPBU di Prancis.
Warga berebut mengisi tangki. Sementara pemerintah yang kehilangan kesabaran memaksa staf kembali bekerja.
Sebagian pekerja memutuskan memperpanjang aksi mogok lantaran menemui jalan buntu dalam negosiasi dengan pemerintah.
"Waktu untuk negosiasi sudah berakhir," ujar Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire, dikutip dari AFP, Selasa (18/10).
Menteri Keuangan Prancis, Bruno Le Maire Foto: REUTERS/Pascal Rossignol
Menerapkan strategi serupa dengan di Mardyck, pemerintah mulai memanggil kembali para pekerja di Feyzin pada Senin (17/10).
Sementara aksi mogok telah berhenti di dua kilang yang dijalankan Esso-ExxonMobil. Sebab, mereka menerima kesepakatan gaji pada pekan lalu. Tetapi, kembalinya pasokan bahan bakar hingga normal akan memakan waktu hingga setidaknya dua pekan.
ADVERTISEMENT
Para pekerja lainnya pun memilih untuk melanjutkan mogok di kilang milik perusahaan raksasa energi TotalEnergies. Akibatnya, tiga dari tujuh kilang minyak dan lima depot utama negara itu terdampak.
Koordinator serikat buruh CGT, Eric Sellini, mengatakan bahwa pihaknya menolak paket gaji yang disepakati manajemen perusahaan dengan serikat pekerja arus utama. Presiden Prancis, Emmanuel Macron, lantas mengadakan konsultasi untuk memperbarui solusi.
Ekspresi Presiden Prancis Emmanuel Macron usai terpilih kembali sebagai presiden saat perayaan kemenangannya di Champs de Mars di Paris, Prancis. Foto: Benoit Tessier/REUTERS
Dia memanggil menteri kabinet untuk keuangan, energi, lingkungan, dan transportasi, serta juru bicara pemerintah pada Senin (17/10). Isu tersebut menjadi tantangan terbesar bagi Macron sejak dia memenangkan masa jabatan presiden keduanya pada Mei.
"Saya mendukung sesama warga kami yang berjuang dan yang muak dengan situasi ini," ungkap Macron.
Serikat pekerja dari industri lain dan sektor publik telah mengumumkan rencana unjuk rasa. Mereka akan memprotes dampak ganda dari melonjaknya harga energi dan inflasi yang menyebabkan krisis biaya hidup di Prancis.
ADVERTISEMENT
Serikat pekerja sayap kiri CGT dan FO menyerukan pemogokan nasional untuk menuntut kenaikan upah pada Selasa (18/10). Mereka mengancam akan melumpuhkan transportasi umum di Prancis.
Buruh yang mogok membakar api di depan kilang minyak ExxonMobil di Port-Jerome-sur-Seine, Prancis, Rabu (12/10/2022). Foto: Pascal Rossignol/REUTERS
Operator kereta api SNCF diprediksi akan menyaksikan gangguan parah. Menteri Transportasi Prancis, Clement Beaune, mengatakan bahwa setengah dari layanan kereta api berpotensi dibatalkan. Operator RATP juga meyakini bahwa layanan bus akan terpengaruh.
Selain transportasi, serikat pekerja berharap dapat menggaet staf dari sektor-sektor seperti industri makanan dan perawatan kesehatan. Tindakan itu dapat menciptakan ketegangan seiring Macron berusaha menerapkan kebijakan untuk menaikkan usia pensiun di Prancis.
Tekanan ekonomi yang dipengaruhi invasi Rusia ke Ukraina turut menambah beban Macron. Terlebih, partainya gagal mengamankan mayoritas saat pemilihan umum legislatif pada Juni.
Seorang pengunjuk rasa 'rompi kuning' memberi isyarat di dekat api selama protes tradisional May Day di Paris, Prancis, Sabtu (1/5). Foto: Manuel Ausloos/REUTERS
Puluhan ribu pengunjuk rasa telah meluncurkan protes atas kenaikan biaya hidup di Paris sejak Minggu (16/10). Demonstrasi diserukan oleh oposisi politik sayap kiri dan dipimpin Ketua Partai France Unbowed (LFI), Jean-Luc Melenchon.
ADVERTISEMENT
Sejumlah pengunjuk rasa mengenakan rompi berwarna kuning neon yang menjadi simbol protes anti-pemerintah sejak tindakan keras pada 2018. Rasa frustrasi para demonstran tercermin ketika mereka melemparkan benda terhadap petugas polisi.
Pasukan keamanan kemudian membalas dengan menembakkan gas air mata dan memukuli demonstran dengan tongkat. Penyelenggara mengeklaim, 140.000 orang menghadiri pawai di Paris. Tetapi, polisi hanya menyebut keterlibatan sekitar 30.000 warga Prancis.
"Kami akan melihat pekan yang tidak sering kami lihat," ujar Melenchon.