Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Pelaku Penembakan di Sekolah Kristen di Nashville Alami Gangguan Emosional
29 Maret 2023 15:24 WIB
ยท
waktu baca 2 menit
ADVERTISEMENT
Pelaku penembakan di sekolah Kristen di Nashville Amerika Serikat (AS) ternyata menderita gangguan emosional. Ia juga mengoleksi senjata.
ADVERTISEMENT
Keterangan itu disampaikan pejabat kepolisian di Nashville. Sebelumnya pihak kepolisian merilis video penyergapan polisi yang berujung tembakan yang membuat Hale tewas.
Sampai saat ini, polisi masih terus menyelidiki motif penembakan. Mereka terus mengumpulkan bukti termasuk bebrapa tulisan Hale sebelum beraksi.
Menurut Kepala Kepolisian Metropolitan Nashville, John Drake, dari investigasi awal ditemukan tujuh senjata kepunyaan Hale. Tiga di antaranya dipakai beraksi di sekolah Kristen pada awal pekan ini, demi membantai enam orang di sekolah itu.
Kepada Drake, kedua orang tua Hale mengaku tidak mengetahui anaknya memiliki banyak senjata. Sepengetahuan mereka Hale hanya punya satu senjata yang sudah dijual.
Ia menambahkan, orang tua Hale merasa sang anak tidak boleh memegang dan mempunyai senjata. Sebab, Hale memiliki masalah mental.
ADVERTISEMENT
"Hale masih dalam perawatan dokter karena gangguan emosional," ucap Drake singkat, seperti dikutip dari Reuters.
UU Negara Bagian Tennessee, tempat Nashville berada, tidak melarang orang-orang punya gangguan mental memegang senjata. Larangan baru berlaku bila pengadilan memutuskan suatu individu tidak boleh memegang senjata lantaran tak kompeten secara mental.
Terkait apakah Hale punya kemampuan khusus memegang senjata, Drake membenarkan. Bahkan dirinya menduga Hale sempat mendapat pelatihan khusus.
Drake juga menambahkan, Hale adalah seorang transgender. Semasa kecil ia tidak senang bersekolah di tempatnya kemudian melakukan penembakan massal.
Meski demikian, Drake membantah aksi Hale didorong faktor gender, latar belakang pendidikan atau pandangan keagamaan.
"Sampai saat ini penyelidik belum bisa mengungkap motif," ujar Drake.