Pelesiran Walkot Medan dan Keluarga ke Jepang yang Berujung Suap

17 Oktober 2019 0:41 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti dalam operasi tangkap tangan (OTT) Wali Kota Medan Dzulmi Eldin di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10).  Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Penyidik KPK menunjukkan barang bukti dalam operasi tangkap tangan (OTT) Wali Kota Medan Dzulmi Eldin di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (16/10). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
KPK menetapkan Walikota Medan Tengku Dzulmi Eldin sebagai tersangka. Dzulmi diduga menerima uang suap ratusan juta dari Kepala Dinas PUPR Kota Medan, Isa Ansyari.
ADVERTISEMENT
Uang suap itu diduga akan digunakan oleh Dzulmi untuk menutupi uang perjalanan dinasnya ke Jepang yang membengkak. Sebab, Dzulmi diduga melakukan perjalanan dinas ke Jepang dengan mengajak keluarganya dan bahkan melebihi batas waktu.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menjelaskan, perkara berawal ketika Dzulmi melakukan perjalanan dinas ke Jepang pada Juli 2019. Dalam perjalanan dinas dalam rangka kerja sama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang itu, Dzulmi didampingi beberapa kepala dinas.
Wali Kota Medan, Dzulmi Eldin, tiba di gedung KPK. Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Namun, di luar rombongan, Dzulmi disebut turut membawa istri, kedua anaknya, serta beberapa orang lain yang tak berkepentingan.
"Keluarga TDE bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama 3 hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut keluarga TDE (Tengku Dzulmi Eldin) didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan yaitu SFI (Syamsul Fitri Siregar)," kata Saut dalam konferensi pers di kantornya, Rabu (16/10).
ADVERTISEMENT
Akibat adanya pihak-pihak yang tak berkepentingan itu, pengeluaran perjalanan dinas wali kota jadi tak bisa dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD. Pihak travel pun kemudian menagih pembayaran itu kepada Dzulmi.
Dzulmi pun disebut memerintahkan Syamsul untuk mencari dana sebesar Rp 800 juta untuk menutupi pembengkakan dana itu.
Syamsul kemudian membuat daftar kepala dinas yang akan diminta uang. Salah satunya ialah Isa Ansyari. Ia Kepala Dinas PUPR Kota Medan yang diangkat oleh Dzulmi.
Terkait hal itu, Isa menyanggupinya untuk memberikan uang sebesar Rp 250 juta. Sebesar Rp 200 juta diberikan melalui transfer pada 13 Oktober 2019.
Sementara Rp 50 juta sisanya diberikan pada 15 Oktober 2019 secara tunai. Uang itu diambil salah satu ajudan wali kota bernama Andika di rumah Isa.
ADVERTISEMENT
Ketika Andika dalam perjalanan pulang usai mengambil uang, tim KPK pun mencegatnya. Andika yang berada di mobil pun diberhentikan. Tim KPK lalu turun dan menunjukkan identitas.
Namun, Andika lantas kabur dan hampir menabrak dua orang dari tim KPK. Ia kabur membawa uang Rp 50 juta yang diambil dari rumah Isa.
"KPK mengimbau kepada AND (Andika) untuk segera menyerahkan diri ke KPK dan membawa serta uang Rp 50 juta yang masih dalam penguasaannya," ujar Saut.
KPK sudah menetapkan Dzulmi, Syamsul, dan Isa sebagai tersangka. Diduga, total uang yang sudah diberikan Isa ialah sebesar Rp 550 juta.
Selain uang Rp 250 juta untuk perjalanan dinas wali kota, Isa diduga sudah pernah memberikan uang lain.
ADVERTISEMENT
Yakni, sebesar Rp 20 juta per bulan selama Maret hingga Juni 2019. Lalu sebesar Rp 50 juta pada tanggal 18 September 2019. Serta sebesar Rp 200 juta permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi wali kota.