Pelonggaran PSBB Berpotensi Langgar HAM dengan Disengaja

18 Mei 2020 15:50 WIB
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sejumlah warga dan pengendara motor memadati kawasan Pasar Anyar, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). Foto: Antara/Arif Firmansyah
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah warga dan pengendara motor memadati kawasan Pasar Anyar, Kota Bogor, Jawa Barat, Senin (18/5/2020). Foto: Antara/Arif Firmansyah
ADVERTISEMENT
Rencana Presiden Jokowi dan sejumlah menteri melakukan pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) menuai kritik.
ADVERTISEMENT
Bahkan kebijakan yang tengah dikaji itu dinilai akan berpotensi melanggar HAM dengan disengaja.
Sejumlah organisasi dan aktivis HAM serta lingkungan yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat Sipil antara lain YLBHI, WALHI, ICW, PSHK, Lokataru, AJI, Migrant Care, dan lainnya menyampaikan keterangan pers menyikapi rencana pelonggaran PSBB itu.
Berikut isinya:
Foto udara kawasan Mampang Prapatan di Jakarta, Jumat (1/5/2020). Foto: ANTARA FOTO/ Hafidz Mubarak
Menyikapi persiapan Pemerintah melonggarkan PSBB yang setidaknya terlihat dari pernyataan Menteri BUMN tentang “new normal” dan Siaran Pers Bersama Menko Polhukam, Menkeu, Mendagri, Menkes, Sesmenko Perekonomian dan Ketua Gugus Tugas COVID-19 kami menyatakan beberapa hal sebagaimana di bawah ini.
1. Keputusan ini diambil tidak didasarkan pada data dan rasional kesehatan publik melainkan lebih pada kepentingan politik. Kebijakan politik untuk masalah kedaruratan kesehatan masyarakat tanpa data kesehatan masyarakat sebagai pertimbangan utama adalah wujud kegagalan pemerintah melindungi warga. Dalam kaca mata hukum perbuatan semacam ini adalah bukti adanya pelanggaran HAM by commission dan karenanya akibat yang menyertai kebijakan adalah menjadi tanggung jawab Pemerintah sebagai pembuat kebijakan, termasuk kematian warga sebagai akibat pelonggaran kekarantinaan kesehatan ini.
ADVERTISEMENT
2. Untuk melancarkan kebijakan ini tampak adanya agenda setting seperti survey-survey dan penonjolan kebijakan di negara-negara lain tentang mulai dibukanya kekarantinaan kesehatan. Kedua hal ini mengandung sesat pikir yang disengaja untuk menggiring opini dan memframing warga bahwa sudah saatnya sekarang membuka kekarantinaan kesehatan. Perbandingan pastilah harus yang setara/ekuivalen misal tidak mungkin membandingkan rasa lezat kari kambing dengan buah mangga. Kebijakan-kebijakan negara lain tersebut rata-rata diambil berdasarkan kurva epidemiologi Covid-19 yaitu telah menurunnya data penularan per hari yang ditunjukkan selama 14 hari. Kurva ini akan valid apabila ada tes massal yang akurat sesuai proporsi jumlah penduduk. Indonesia belum melakukan test massal yang proporsional, tracing yang agresif seperti negara-negara yang dirujuk tersebut. Negara-negara tersebut bahkan sudah jauh lebih lama melakukan lockdown, sesuatu yang Indonesia selalu hindari dengan berbagai alasan. Dari data yang belum diketahui validitasnya karena sangat sedikit dibandingkan jumlah penduduk saja kurva Indonesia belum menurun malahan naik terus, demikian pula dengan persentase penularan per harinya.
ADVERTISEMENT
3. Angka tes COVID-19 di Indonesia masih di bawah rata-rata apabila dibandingkan dengan ASEAN. Tingkat tes di Indonesia adalah 628 per 1 juta penduduk. Bandingkan dengan Singapura 30.000 per satu juta penduduk dan Malaysia yang mencapai 7500 per 1 juta penduduk. BElum semua provinsi memiliki laboratorium dan tenaga yang siap untuk melakukan pengetesan. Rendahnya rasio pengetesan ini bisa menyulitkan kita untuk memeriksa apakah sebetulnya sudah melewati titik puncak pandemik atau belum secara nasional. Keputusan untuk melonggarkan tanpa tes yang cukup sama saja menambah beban bagi kapasitas medis lokal maupun pusat.
4. Patut diperhatikan juga bahwa PSBB di berbagai daerah sangat bervariasi kedisiplinan tingkat pelaksanaan serta ada perbedaan waktu pelaksanaan seperti DKI Jakarta yang sudah mulai lebih dulu sementara Jawa Barat dan Gorontalo mulainya belakangan. Buka tutupnya kebijakan transportasi publik turut memberi andil akan perbedaan kualitas PSBB di berbagai daerah. Oleh karena itu, menyamakan situasi Indonesia dengan negara-negara lain yang sudah jauh lebih dulu menerapkan PSBB dengan disiplin sangatlah di luar akal sehat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan alasan tersebut di atas kami menolak pelonggaran PSBB dan kembali mendesak Pemerintah untuk tetap melakukan tes masif dan tracing yang agresif, sembari meningkatkan dukungan sosial ekonomi bagi warga yang terdampak Covid-19.
Jakarta, 17 Mei 2020
Cp.
Khalisah Khalid (WALHI Eknas) - 0812 9040 0147
Gita Putri Damayana (PSHK) - 0811 131274
Muhamad Isnur (YLBHI) - 081510014395
Muhammad Afif (LBH Masyarakat) - 0813 2004 9060
Koalisi Masyarakat Sipil digerakkan oleh:
Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia
Asia Justice and Rights (AJAR)
AMAR
Amnesty International Indonesia
ICW
Jurnalis Bencana dan Krisis (JBK)
Kios Ojo Keos
Koalisi Warga Lapor COVID-19
Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS)
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta
ADVERTISEMENT
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat
Lokataru
Migrant Care
Perhimpunan Pendidikan Demokrasi (P2D)
Protection International
Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK)
Transparency International Indonesia (TII)
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI)
WatchDoc
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI)
Yayasan Perlindungan Insani
******
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
————-----------------------
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.