Peluru Karet Tentara Israel, Siapa Bilang Tidak Mematikan?

18 Desember 2017 11:01 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tentara Israel dan demonstran Palestina (Foto: REUTERS/Mussa Qawasma)
zoom-in-whitePerbesar
Tentara Israel dan demonstran Palestina (Foto: REUTERS/Mussa Qawasma)
ADVERTISEMENT
Tentara Israel menggunakan peluru karet untuk membubarkan demonstran di Palestina. Peluru dari karet, kedengarannya memang tidak berbahaya, tapi ternyata bisa melukai bahkan membunuh.
ADVERTISEMENT
Seperti pada Jumat lalu, empat orang tewas dalam aksi protes di Gaza. Sementara di Tepi Barat, seorang remaja 14 tahun dilarikan ke rumah sakit dan sekarang koma. Mereka diterjang peluru karet Israel yang katanya tidak mematikan.
Peluru itu bersarang di tengkorak Mohammed Tamimi, 14, setelah ditembakkan tentara Israel dari jarak dekat. Peluru masuk dari bawah hidung Mohammed, menghancurkan tulang rahangnya, dan dia harus menjalani operasi enam jam untuk mengeluarkannya.
Sejak lama penggunaan peluru karet oleh Israel dikecam kelompok hak asasi manusia. Peluru karet Israel, kata mereka, terlalu mematikan untuk digunakan membubarkan massa.
Korban tembakan tentara Israel (Foto: AFP/Abbas Momani)
zoom-in-whitePerbesar
Korban tembakan tentara Israel (Foto: AFP/Abbas Momani)
Dikutip dari Al Jazeera, peluru karet menewaskan 12 warga Palestina di Israel pada tahun 2000. Usai penyelidikan, penggunaan peluru karet berkepala hitam dilarang di Israel dan Yerusalem. Tentara Israel kemudian menggantinya dengan peluru karet berkepala oranye berbahan spons atau plastik.
ADVERTISEMENT
Baik itu peluru karet berkepala hitam atau oranye, keduanya sama mematikannya. Menurut lembaga HAM, Defense for Children International-Palestine (DCIP), Desember tahun lalu seorang remaja 15 tahun di Ramallah terbunuh oleh peluru karet Israel. Lima bulan sebelumnya, bocah 10 tahun di kota al-Ram, tewas tertembak peluru karet berkepala oranye.
Manal Tamami, sepupu Mohammed, mengatakan ada 10 demonstran yang terluka dalam aksi Jumat lalu di desa Nabi Saleh. Dengkul Manal sendiri masih sakit ketika tentara Israel menembaknya dengan peluru karet tiga tahun lalu.
"Mereka [Israel] mengklaim peluru ini tidak berbahaya dan hanya digunakan untuk menakuti demonstran. Tapi itu tidak benar. Peluru ini bisa membunuh," kata ibu empat anak ini.
Peluru karet (Foto: Dok. acri.org)
zoom-in-whitePerbesar
Peluru karet (Foto: Dok. acri.org)
Organisasi HAM Israel, B'Tselem, mengatakan ada 19 warga Palestina, termasuk 12 anak-anak yang terbunuh akibat peluru karet antara 2000 dan 2013. Seperti Mohammed, peluru karet ditembakkan ke wajah para demonstran.
ADVERTISEMENT
Data ini menunjukkan kebohongan tentara Israel yang mengatakan senjata itu hanya ditembakkan ke bagian tubuh bawah, hanya untuk mengendalikan massa, dan tidak pernah ditembakkan ke anak-anak.
Manal mengatakan, tentara Israel justru mengincar anak-anak dalam aksi di Nabi Saleh pekan lalu. Menurut Manal, ini adalah "hukuman kolektif" untuk menyakiti orang tua yang menentang pendudukan Israel.
Adiknya, Rami, ditembak di kepala lima tahun lalu. Peluru karet membuat tengkoraknya retak. Akibat serangan itu, Rami sering mengalami kejang-kejang hingga saat ini.
Korban tembakan tentara Israel (Foto: AFP/Hazem Bader)
zoom-in-whitePerbesar
Korban tembakan tentara Israel (Foto: AFP/Hazem Bader)
Laporan The Association for Civil Right in Israel (ACRI) pada 2015 lalu, para korban peluru karet mengalami luka serius, termasuk kebutaan dan patah tulang. Pada September 2014, remaja Palestina berusia 16 tahun, Muhammad Sunqrat, ditembak mati oleh tentara Israel dengan peluru karet berkepala hitam.
ADVERTISEMENT
"Kami mencatat beberapa luka serius, termasuk empat pemuda yang ditembak di wajah dan mengalami kebutaan di kedua matanya, dua kasus patah tulang rahang dan robek wajahnya, seorang gadis luka limpanya," tulis asosiasi HAM di Tel Aviv itu dua tahun lalu.
Ronit Sela, direktur ACRI mengecam penggunaan peluru karet oleh Israel. Selain mematikan, korban peluru karet bisa mengalami luka berkepanjangan, bahkan cacat. Dia juga mementahkan argumen Israel yang menggunakan peluru itu demi mengendalikan massa.
"Peluru ini terlalu mematikan untuk digunakan dalam konteks membubarkan massa," kata Sela.