LIPSUS, Gugatan Prabowo di MK, Gedung Mahkamah Konstitusi

Pembahasan Tak Transparan, UU KPK Baru Kembali Digugat ke MK

14 Oktober 2019 13:35 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Gedung Mahkamah Konstitusi. Foto: ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
UU KPK hasil revisi kembali digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kali ini, para penggugat terdiri atas 25 advokat yang juga mahasiswa pascasarjana Universitas Islam As-Syafi'iyah. Gugatan itu teregistrasi dengan nomor 59/PUU-XVII/2019.
ADVERTISEMENT
“Kami sebagai mahasiswa merasa ada kerugian konstitusional yang kami alami terkait bahwa kami ini sedang belajar hukum di Universitas Islam Asy-Syafi’iyah ini, dengan adanya penerbitan UU ini merasa ini telah bertentangan dengan konstitusi,” kata pemohon bernama Wiwin Taslim di ruang sidang MK, Jakarta Pusat, Senin (14/10).
“Kami sebagai advokat, kami juga merasa bahwa kami selaku profesi yang membela kepentingan para pencari keadilan juga merasa dirugikan atas terbitnya UU ini dalam hal penegakan hukumnya. Karena seperti yang kita tahu bahwa negara kita ini adalah negara hukum, maka ketika ada proses maupun prosedur penerbitan sebuah UU yang menurut pendapat kami ini ada kesalahan prosedur, maka ini menurut kami ada pelanggaran konstitusional yang kami alami,” lanjut Wiwin.
Para penggugat UU KPK ke MK, Senin (14/10/2019). Foto: Darin Atiandina/kumparan
Pemohon meminta agar dilakukan uji formil atas prosedur pembentukan UU KPK hasil revisi tersebut, baik dalam pembahasan maupun pengambilan keputusan. Sebab mereka menilai pengesahan UU KPK tidak sesuai aturan hukum yang berlaku.
ADVERTISEMENT
Mereka menilai pembahasan revisi UU KPK tidak dilakukan secara transparan.
“Bahwa perubahan UU KPK sebagaimana diketahui para pemohon dan masyarakat luas dilakukan secara tersembunyi dan dibahas dalam rapat-rapat di DPR dalam kurun waktu yang relatif singkat. Pembentukan UU KPK semacam itu, melanggar dan tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur Pasal 5 UU 12/2011,” ucap pemohon.
Selain itu, rapat pengesahan revisi UU KPK yang dilakukan DPR tak kuorum. Berdasarkan catatan mereka, dari 560 anggota DPR hanya 80 orang yang ada di ruangan. Sehingga hal itu melanggar ketentuan di UU MD3.
Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Enny Nurbaningsih saat sidang perdana pengujian UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Mahkamah Konstituai. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Terhadap permohonan uji formil tersebut, majelis hakim MK memberi sejumlah masukan untuk diperbaiki maksimal 28 Oktober 2019.
“Pemohon harus memikirkan apakah akan menggunakan kuasa hukum karena dari 25 pemohon hanya 8 yang hadir, dan dipermohonan tidak ada kuasa,” ujar hakim MK, Enny Nurbangsih.
ADVERTISEMENT
“Lalu, ketika ini akan diajukan uji formil itu harus ada kejelasan pengujian terkait dengan UU yang nanti akan ada nomornya. Itu harus ada kejelasan apanya yang kemudian bermasalah disitu, akan diujikan dengan apanya. Di sini kan belum ada, hanya mengatakan uji formil saja,” kata Enny.
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten