Pembangunan IKN Diragukan Dapat Kurangi Migrasi Warga ke Jakarta

23 Agustus 2024 17:14 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Warga berjalan dan berfoto di Taman Kusuma Bangsa, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (18/8/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Warga berjalan dan berfoto di Taman Kusuma Bangsa, Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Minggu (18/8/2024). Foto: Muhammad Adimaja/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Pembangunan IKN di Kalimantan disorot oleh Profesor Departemen Strategi dan Kebijakan di National University of Singapore (NUS) Business School, Andrew Delios. Dirinya meragukan IKN memiliki dampak signifikan, khususnya menghentikan migrasi warga ke Jakarta.
ADVERTISEMENT
Delios membandingkan pembangunan IKN dengan ibu kota baru di negara lain seperti Putrajaya di Malaysia dan Canberra di Australia. Menurutnya, tujuan utama pembangunan IKN adalah untuk mengurangi beban Jakarta sebagai kota metropolitan, termasuk mengenai populasi penduduk.
Suasana Istana Negara IKN jelang pelaksanaan upacara HUT kemerdekaan di Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, Jumat (16/8/2024). Foto: ANTARA FOTO/Fauzan
"Apakah pembangunan Nusantara akan menghalangi orang-orang untuk datang ke Jakarta? Kemungkinan besar tidak," ujar Delios.
Agar dapat memberikan dampak positif yang signifikan bagi ekonomi Indonesia, Delios menekankan bahwa IKN harus berkembang menjadi kota yang mampu menampung jutaan penduduk dalam jangka panjang.
Ia pun menyoroti pentingnya pengembangan institusi sosial seperti restoran dan fasilitas hiburan, yang biasanya berkembang seiring dengan migrasi penduduk ke wilayah tersebut.
“Jika Nusantara ingin memberikan dampak positif nyata bagi lanskap ekonomi dan sosial Indonesia, maka ia harus dipahami lebih dari sekadar pusat administrasi negara,” jelasnya.
Profesor NUS Business School, Andrew Delios, dalam kunjungannya ke Jakarta, Jumat (23/8). Foto: Tiara Hasna/kumparan

Laju Migrasi ke Jakarta

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2022, Jakarta mengalami dinamika migrasi yang signifikan. Tercatat ada 212.457 migran risen yang masuk ke Jakarta, sementara 797.468 orang meninggalkan ibu kota.
ADVERTISEMENT
Migran risen mengacu pada penduduk yang kini menetap di wilayah berbeda dari tempat tinggalnya lima tahun sebelumnya. Data juga menunjukkan bahwa dalam periode 2017-2022, lebih banyak orang yang meninggalkan Jakarta daripada yang datang.
Provinsi Jawa Barat menjadi tujuan utama bagi mereka yang meninggalkan Jakarta, dengan kota-kota seperti Depok, Bekasi, dan Bogor menjadi destinasi populer. Kota-kota tersebut merupakan wilayah penyangga ibu kota.
Namun, secara lebih luas, data BPS 2020 menunjukkan sebanyak 56,7 persen penduduk Indonesia menetap di daerah perkotaan.
Dikutip dari ANTARA, pada April 2024, Sekretaris Jenderal Kemendagri Suhajar Diantoro menuturkan angka tersebut diprediksi semakin meningkat jadi 66,6 persen hingga 2035. Hal itu berarti penduduk rural atau pedesaan hanya tersisa 33,4 persen.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, hanya satu dari tiga penduduk Indonesia yang akan tetap tinggal di desa pada 2035. Alasan masyarakat meninggalkan desa di antaranya kesempatan kerja, pendidikan dan kesehatan, infrastruktur dan aksesibilitas, kemajuan teknologi, serta perubahan sosial dan gaya hidup.
Menurut Suhajar, Jakarta tak akan mampu menolak urbanisasi meski nantinya akan menjadi Daerah Khusus Jakarta (DKJ), setelah Ibu Kota Negara pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN).

Tantangan dan Peluang di Bawah Kepemimpinan Prabowo

Selain soal IKN, Delios mengupas tantangan dan peluang yang akan dihadapi Presiden terpilih Prabowo Subianto, Delios menekankan pentingnya menciptakan lingkungan kebijakan yang kredibel dan transparan.
Dalam wawancara eksklusif bersama kumparan, profesor asal Kanada ini menjelaskan bahwa sejak krisis 1997, Indonesia mengalami fragmentasi kebijakan yang menghambat upaya menciptakan lingkungan bisnis yang kondusif.
ADVERTISEMENT
Namun, sejak 2010, ada perbaikan dalam kebijakan Indonesia dengan adanya koalisi yang lebih sentralisasi dan peningkatan transparansi.
Menariknya, ia memuji upaya Indonesia dalam mengurangi korupsi karena dianggap jauh lebih baik dari negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Vietnam.
Profesor NUS Business School, Andrew Delios, dalam kunjungannya ke Jakarta, Jumat (23/8). Foto: Tiara Hasna/kumparan
Di bawah kepemimpinan Prabowo, Delios berharap perbaikan kebijakan-kebijakan yang kredibel dan transparan dari kempimpinan Jokowi dapat dilanjutkan untuk menarik lebih banyak investasi asing.
Menurutnya, Indonesia memiliki semua faktor yang dibutuhkan untuk menarik investor asing, termasuk pertumbuhan ekonomi yang baik, populasi muda yang semakin terdidik, dan fokus pemerintah untuk meningkatkan visibilitas Indonesia di kancah regional.
"Investor asing mencari kredibilitas dalam lingkungan kebijakan. Mereka menginginkan komitmen dan kepastian yang masuk akal," kata Delios.