Pembina Pramuka yang Jadi Tersangka Susur Sungai SMPN 1 Turi Minta Maaf

25 Februari 2020 12:36 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Siswa SMPN 1 Turi, Sleman, hanyut saat berkegiatan susur sungai. Foto: Dok. BNPB
zoom-in-whitePerbesar
Siswa SMPN 1 Turi, Sleman, hanyut saat berkegiatan susur sungai. Foto: Dok. BNPB
ADVERTISEMENT
Polisi menetapkan tiga pembina pramuka sebagai tersangka dalam insiden susur sungai SMPN 1 Turi di Sungai Sempor, Desa Donokerto, Kecamatan Turi, Sleman, yang menyebabkan 10 siswi tewas dan puluhan lainnya luka-luka.
ADVERTISEMENT
Ketiga tersangka masing-masing Isfan Yoppy Andrian atau IYA (36) guru olahraga, Riyanto atau R (58) guru seni budaya, dan Danang Dewo Subroto atau DDS (58) berprofesi swasta. Ketiganya dijerat Pasal 359 dan Pasal 360 KUHP lantaran lalai hingga menyebabkan orang lain meninggal dunia dan luka-luka.
Di hadapan awak media, para tersangka meminta maaf atas peristiwa yang terjadi saat itu. Mereka juga mengaku lalai.
“Saya mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada instansi saya SMPN 1 Turi. Karena atas kelalaian kami terjadi hal seperti ini," kata tersangka Yoppy di Polres Sleman, Yogyakarta, Selasa (25/2).
Petugas melakukan penyisiran lanjutan untuk mencari sejumlah anggota pramuka SMP N 1 Turi yang tenggelam di Kali Sempor, Sabtu (22/2). Foto: ANTARA FOTO/Andreas Fitri Atmoko
Atas kelalaian tersebut, mereka mengaku siap menerima segala konsekuensi yang ditetapkan.
"Kedua kami sangat menyesal dan memohon maaf kepada keluarga korban terutama pada keluarga korban yang sudah meninggal jadi memang ini sudah menjadi risiko kami. Sehingga apa pun yang menjadi keputusannya nanti akan kita terima,” ujar Yoppy.
ADVERTISEMENT
Dia berharap para keluarga korban dapat memaafkan mereka.
Terkait peristiwa susur sungai berujung maut itu, Yoppy menjelaskan pada hari itu cuaca belum hujan. Pada 13.30 WIB 249 anak diberangkatkan untuk susur sungai.
“Cuaca masih belum hujan kemudian saya ngikuti, saya cek ke sungai di atasnya di jembatan itu juga airnya juga tidak deras landai. Kemudian saya kembali ke start keberangkatan airnya enggak masalah,” ujarmya.
Dia menjelaskan di sana ada temannya yang terbiasa mengurusi susur sungai Sempor. Saat itu dia yakin tidak akan terjadi apa-apa.
“Sebenarnya ini latihan karakter supaya mereka bisa memahami sungai. Kemudian anak sekarang kan jarang yang main di sungai atau menyusuri sungai jadi saya kenalin ke mereka. Itu mereka berjalannya di pinggir,” kata dia.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Wakapolres Sleman Kompol M Akbar Bantilan menjelaskan ketiga pembina ini memiliki sertifikat Kursus Mahir Dasar (KMD) pramuka, tapi merekalah yang justru lalai. Dari 7 pembina, ketiganya tidak turun ke sungai. Sehingga hanya empat pembina saja yang mendampingi ratusan siswa ini.
“Seluruh pembina ini sama sekali tidak ada kesiapannya karena 249 siswa yang ini semuanya hanya ikut tunduk taat kepada mereka. Sementara gejala-gejala alam sudah terbaca. Saat itu mendung sangat gelap, hitam, dan saat mulai menyusuri sudah ada tanda-tanda hujan gerimis tetapi dari mereka,” ujar Akbar.
“Jadi berdasarkan fakta yang ada dari 7 pembina yang ada hanya 4 yang ikut susur sungai. Bisa dibayangkan 249 siswa hanya diampu (dibimbing) 4 orang dewasa yang perannya sebagai pembina penggerak di situ,” katanya.
ADVERTISEMENT
Akbar menjelaskan meski pramuka merupakan ekstrakurikuler wajib, tetapi pembina harusnya mampu berpikir logis bahaya risiko yang terjadi. Kesiapan harus komplit mulai dari pelampung hingga tali.