Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pembunuh Gajah Jinak Bunta Warga di Sekitar Konservasi Aceh Timur
4 Juli 2018 12:27 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:07 WIB
ADVERTISEMENT
Polres Aceh Timur menangkap dua pembunuh Bunta, gajah jinak penghuni Conservation Response Unit (CRU), Desa Bunin, Kecamatan Serbajadi, Aceh Timur. Keduanya merupakan warga sekitar kawasan konservasi dan sudah ditetapkan tersangka.
ADVERTISEMENT
Kapolres Aceh Timur, AKBP Wahyu Kuncoro, mengatakan dari hasil pengembangan kasus, pihaknya juga menetapkan dua tersangka lain. Keberadaan mereka kini masih diburu dan sudah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
“Dua orang yang ditetapkan sebagai tersangka berinisial BW dan AL, merupakan penduduk di sekitar CRU Serbojadi Aceh Timur. Sedangkan 2 orang lagi berinisial Pt dan Ar masih buron,” kata Wahyu, dalam konferensi pers yang berlangsung di Mapolresta Banda Aceh, Selasa (3/7) malam.
Sepeda motor yang digunakan saat pembunuhan terjadi, begitu pula dengan gading tertinggal dan yang disembunyikan, menjadi barang bukti yang disita polisi. Tak hanya itu, polisi juga menyita sebilah parang dan baju yang mereka kenakan saat membunuh Bunta.
ADVERTISEMENT
Dalam proses pengungkapan itu, kata Wahyu, Polres Aceh Timur bekerja sama dengan Tim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Ditjen Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem dan Ditjen Penegakan Hukum), yang didukung Bareskrim Mabes Polri.
Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati (KKH), Ditjen KSDAE Indra Exploitasia menuturkan, terlepas dari peristiwa kematian Bunta, KLHK berkewajiban menyelesaikan kasus ini.
Lantaran, gajah tersebut merupakan satwa liar yang dilindungi, seperti termaktub dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Bahkan satwa elephas maximus itu merupakan satwa yang masuk dalam list appendix 1 CITES (konvensi tentang perdagangan satwa liar).
“Artinya tidak dapat diperdagangkan karena status konservasinya yang sudah terancam hampir punah,” imbuh Indra.
Setidaknya, terdapat 2 sub spesies gajah yang tersebar di Indonesia saat ini. Yakni, elephas maximus sumatranus di Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan dan Lampung.
ADVERTISEMENT
Serta, elephas maximus borneonsis atau Gajah Pigmy, yang tersebar di Kalimantan Timur. Menurut sensus Forum Gajah pada 2016, jumlah populasinya hanya mencapai 1.724 ekor.
Keberadaan populasi gajah semakin terancam. Selain fragmentasi habitat, satwa ini juga terancam oleh perburuan liar yang masuk dalam kategori kejahatan tumbuhan dan satwa liar (wildlife crime).
“Kejahatan ini merupakan kejahatan serius karena bersifat terorganisir dan lintas negara. Hal ini karena gading gajah masih banyak diburu kolektor. Untuk itu, upaya memerangi perburuan dan perdagangan tumbuhan dan satwa liar, termasuk gading gajah, harus terus secara serius dilakukan semua pihak,” kata Indra.
Dikutip dari laman wwf.or.id, populasi gajah di Aceh saat ini berjumlah berjumlah 475-500 individu. Kelompok gajah ini, tersebar di Lokop-Peunaron (Aceh Timur-Aceh Utara) berjumlah 200-250 individu, Bengkung-Trumon (Aceh Selatan-Aceh Singkil) berjumlah 80-100 ekor, Beutong (Nagan Raya) berjumlah 40-60 individu, Kantung habitat Ulu Masen (Aceh Jaya, Gempang, Pijay dan Aceh Barat) berjumlah 100-120 individu, kantung habitat Peusangan dengan jumlah 40-50 Individu, dan Pidie, berjumlah 20-30 individu.
ADVERTISEMENT