Pemerintah Aceh Diminta Bentuk Qanun Tentang Internet Sehat

8 Februari 2018 15:31 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Mencari restoran halal di internet  (Foto: Thinkstock)
zoom-in-whitePerbesar
Mencari restoran halal di internet (Foto: Thinkstock)
ADVERTISEMENT
Kekerasan seksual terhadap anak akhir-akhir ini marak terjadi di Aceh. Kekerasan itu salah satunya dipicu oleh konten pornografi yang saat ini semakin mudah diakses setiap kalangan akibat perkembangan teknologi informasi di tengah masyarakat.
ADVERTISEMENT
Ancaman dari situs pornografi tidak hanya memantik pelaku kejahatan seksual melampiaskan nafsunya, akan tetapi juga membahayakan jiwa anak mendorong mereka kemudian ikut mempraktekkannya.
Komisioner Komisi Pengawasan dan Perlindungan Anak (KPPA) Aceh, Firdaus Nyak Udin menyarankan agar pemerintah Aceh melalui dinas terkait dapat membentuk suatu regulasi seperti qanun tentang internet sehat yang di dalamnya mengatur soal penggunaan internet terhadap anak.
“Memungkinkan saja seperti membuat regulasi qanun misalnya atau Pergub yang membatasi penggunaan HP bagi anak. Tetapi di dalam regulasi itu harus juga memuat peran orang tua yang kuat dalam mengawasi anak dalam mengakses informasi,” kata Firdaus kepada kumparan (kumparan.com) Kamis (8/2)
Menghadapi perkembangan teknologi informasi yang tidak hanya memberikan dampak positif, Pemerintah pusat dinilai mempunyai tanggung jawab penuh di mana mereka bisa membatasi penggunaan internet itu sendiri. Firdaus menyebutkan seperti membatasi penggunaan internet bagi anak-anak dan siswa tidak dibolehkan membawa gawai (gadget) ke sekolah.
ADVERTISEMENT
“Orang tua juga kita minta dapat berperan aktif untuk pengawasan rutin terhadap anaknya. Orang tua diminta memperbanyak waktu untuk anak, dalam regulasi bisa saja mengatur hal ini,” tuturnya.
Firdaus, mengatakan fenomena kekerasan yang berhasil direkam oleh teman-temannya di daerah di Aceh cenderung lebih meningkat. Hal itu dilihat karena semakin terbukanya teknologi informasi, seperti situs pornografi yang mudah di akses melalui smartphone.
Firdaus melihat sistus pornografi tersebut kerap menjadi pemicu awal bagi pelaku sebelum melakukan kejahatan seksual terhadap anak. Mereka terlebih dahulu mengajak anak-anak (korban) untuk melihat film porno sebelum melampiaskan nafsunya.
“Bisa menjadi sebab awal atau pemicu. Maksudnya kalau sebab awal ketika orang mengakses pornografi itu, kemudian dia ingin melakukan seperti apa yang dilihatnya. Akan tetapi kekerasan itu bisa saja tidak terjadi apabila yang melihat film itu memang bukan orang jahat,” kata Firdaus
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data bentuk kekerasan menimpa anak di Provinsi Aceh sejak 2015-2017 yang berhasil dihimpun oleh KPPA Aceh, pada 2015 kasus kekerasan dialami oleh anak berjumlah sebanyak 377 kasus, pada 2016 meningkat hingga 1270 kasus dan di tahun 2017 menurun sebanyak 697 kasus.
“Diantara bentuk-bentuk kekerasan tersebut paling banyak adalah kasus pelecehan seksual, kekerasan psikis, sodomi, penelantaran, dan pemerkosaan,”paparnya.
Ketua Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Universitas Islam Negeri (UIN) Ari-Raniry Banda Aceh, Inayatillah berpendapat ada dua aksi yang harus dilakukan pemerintah untuk mencegah bahaya pornografi terhadap anak. Pertama dari sisi pemerintah itu sendiri dengan membentu regulasi dan kedua memberikan edukasi pada masyarakat.
“Jika kita ingin melindungi anak maka berawal dari gerakan masyarakat, mengedukasi secepatnya masyarakat tentang penggunaan gadget. Sosialiasi ini disarankan lebih ke kampung-kampung karena masyarakat hari ini banyak yang membiarkan anaknya bebas menggunakan gadget," tegas Inayatillah.
ADVERTISEMENT
Inayatillah melihat dampak dari gadget saat ini mengubah manusia sosial menjadi menusia yang berkebutuhan khusus atau autis. Sebutnya, keluarga jaman now (sekarang) ketika dulu “time family” sering digunakan untuk jalan-jalan tetapi sekarang ketika duduk dan makan masing-masing dengan dunia sendiri.
“Kalau dulu ayah dan ibu berdiskusi dengan anak tapi sekarang keharmonisan itu telah berkurang karena sibuk dengan dunia sendiri dan kita membiarkan itu,” ucapya.