Pemerintah Diminta Evaluasi Perda-perda Agama

24 November 2018 16:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi publik Memahami Perda Syariah dan Perda Injil Dalam Bingkai Pancasila, di Gado-gado Boplo, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/11). (Foto: Ricad Saka/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi publik Memahami Perda Syariah dan Perda Injil Dalam Bingkai Pancasila, di Gado-gado Boplo, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/11). (Foto: Ricad Saka/kumparan)
ADVERTISEMENT
Pemerintah disarankan untuk melakukan evaluasi secara substantif penerapan sejumlah Peraturan Daerah (Perda) Agama yang ada di Indonesia. Sebab bisa saja penerapan Perda Agama tersebut tidak efektif secara sosial, atau bahkan mengekang pribadi-pribadi orang tertentu.
ADVERTISEMENT
Hal tersebut disampaikan oleh pengamat politik Boni Hargens. Boni juga berpendapat, pemerintah perlu mengkaji apakah Perda-perda agama tersebut sejalan dengan Pancasila atau tidak.
”Yang paling penting buat saya adalah evaluasi terhadap otonomi daerah, terhadap Perda-perda (agama) yang ada itu dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri dilakukan juga oleh yudikatif, dalam hal ini Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, harus terlibat mengevaluasi apakah perda-perda (agama) ini masih sesuai atau tidak dengan Pancasila,” kata Boni dalam diskusi bertajuk Memahami Perda Syariah dan Perda Injil dalam Bingkai Pancasil, di Gado-gado Boplo, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (24/11).
Boni menjelaskan, evaluasi yang dimaksud bukan kata perkata dari bunyi aturan Perda Agama tersebut, melainkan substansi penerapan dari perda tersebut. Sebab, menurut Boni, di banyak tempat di Indonesia justru banyak perda yang bertentangan dengan Pancasila, tetapi secara teknis tidak ditemukan pertentangan itu.
ADVERTISEMENT
“Harus ada lompatan berpikir yang lebih serius untuk bisa mendukung persoalan ini,” katanya.
Boni Hargens (Foto: Dok. Boni Hargens)
zoom-in-whitePerbesar
Boni Hargens (Foto: Dok. Boni Hargens)
Boni mengaku sering dihubungi oleh beberapa pegawai negeri di Aceh yang berprofesi sebagai guru. Wanita yang non-muslim di beberapa tempat terpaksa harus memakai hijab. Namun, menurut Boni hal itu masih persoalan yang biasa karena hanya bersifat penyesuaian.
“Buat saya oke lah itu kan penyesuaian kultural sah-sah saja. Tapi kalau misalnya kebebasan dia untuk melaksanakan ibadahnya juga itu terhambat oleh aturan-aturan teknis di dalam kerjanya ini, maka hal ini jadi diskusi yang serius. Ini terjadi masalah. Yang penting saya tidak mempersoalkan, artinya buat saya itu juga bagian dari budaya ya tetapi apakah dalam pelaksanaan perorangan itu punya kebebasan individual atau tidak di dalam menerapkan (perda agama) atau jangan-jangan ada paksaan,” papar Boni.
ADVERTISEMENT
Oleh karena itu, Boni mendorong agar pemerintah lebih serius mengkaji lebih dalam terkait efektivitas penerapan Perda Agama di beberapa tempat di Indonesia.
“Ini yang saya bilang, kita tidak menghakimi tapi ini hanya saran supaya dievaluasi lah secara substantif. Apakah penerapannya ini melanggar atau tidak sesuai atau tidak dengan ketentuan-ketentuan umum hak asasinya,” tutupnya.