Pemerintah Dinilai 'Cerdik' Bubarkan FPI Lewat SKB

6 Januari 2021 19:59 WIB
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Anggota FPI saat mendemo Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta pada 10 November 2014. Foto: AFP/ADEK BERRY
zoom-in-whitePerbesar
Anggota FPI saat mendemo Basuki Tjahaja Purnama di Jakarta pada 10 November 2014. Foto: AFP/ADEK BERRY
ADVERTISEMENT
Pemerintah melarang keberadaan Front Pembela Islam (FPI) melalui Surat Keputusan Bersama (SKB) 6 pimpinan Kementerian/Lembaga. SKB tersebut diteken Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Komunikasi dan Informatika, Jaksa Agung, Kapolri, dan Kepala BNPT.
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Universitas Sebelas Maret, Agus Riewanto, menilai pelarangan FPI dengan SKB sebagai langkah 'cerdik' pemerintah. Agus menyebut 4 alasan yang mendasari penilaian tersebut.
Pertama, kata Agus, SKB sulit dipahami apakah produk konstitusional, hukum administrasi, atau produk hukum lain.
"Misalnya kalau dibaca SKB ini adalah keputusan deklarasi saja, bukan keputusan yang bersifat konstitutif, ya. Deklaratur itu hanya menyatakan sesuatu, tapi tak mengatur hal baru. Karena aturan ormas itu sudah ada di UU Ormas," kata Agus dalam diskusi yang disiarkan di YouTube PuSAKO Universitas Andalas, Rabu (6/1).
Petugas membongkar atribut-atribut saat melakukan penutupan markas DPP Front Pembela Islam (FPI) di Petamburan, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Kedua, Agus menilai SKB seharusnya berbentuk beschikking dan enmahlig yang artinya keputusan yang bersifat sekali selesai. Namun Agus menyebut isi SKB FPI bukan bersifat putusan sekali selesai, tetapi bersifat peraturan dauerhaftig yang artinya keputusan yang berlaku terus menerus.
ADVERTISEMENT
Alasan ketiga, kata Agus, SKB dinilai 'cerdik' karena menggunakan hukum administrasi, bukan hukum tata negara atau pidana. Sehingga SKB berpotensi tak bisa digugat ke PTUN apabila ada pihak yang berkeberatan.
"Kalau kita baca di UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Pasal 78, itu dia bukan bagian dari hierarki peraturan perundang-undangan. Jadi agak sulit kalau orang bantah ini bagian dari produk administrasi terkait objek TUN," ucapnya.
Massa FPI saat protes terhadap komentar Presiden Prancis Emmanuel Macron di depan Kedutaan Besar Prancis di Jakarta, Senin (2/11). Foto: Willy Kurniawan/Reuters
Namun demikian, gugatan PTUN masih bisa diajukan dengan menyerahkan kepada hakim apakah SKB masuk ranah tata negara atau tidak.
Terakhir, SKB dinilai efektif menghentikan kegiatan FPI karena negara menyertakan polisi. Polisi dinilai jadi instrumen 'pemaksa' yang dikerahkan negara.
"Akibatnya dia efektif walaupun konstruksi peraturannya agak debatable, menurut saya ini cerdik sekali ya, karena bagian dari bagaimana membiaskan dari aspek ketatanegaraan ke administrasi, atau orang menganggap administrasi tapi kok bentuknya ketatanegaraan," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
***
Saksikan video menarik di bawah ini.