Pemerintah-DPR Harus Hentikan Pembahasan Revisi UU Pilkada, Patuhi Putusan MK

21 Agustus 2024 11:43 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK), kini mencuat Badan Legislatif (Baleg) DPR RI melakukan Revisi UU Pilkada. Bola panas yang sebenarnya sudah didinginkan oleh MK, kini kembali terbakar. DPR RI diminta untuk menghentikan proses Revisi UU Pilkada ini.
ADVERTISEMENT
Para pemerhati hukum yang tergabung dalam Constitutional and Administrative Law Society (CALS) menduga, Presiden Jokowi dan Koalisi Indonesia Maju Plus hendak menghalalkan segala cara untuk mempertajam hegemoni kekuasaan koalisi gemuk dan gurita dinasti politik di Pilkada 2024.
"Dengan mengabaikan dua Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terbaru," demikian keterangan CALS, Rabu (21/8).
Dua putusan MK itu terkait ambang batas partai politik untuk mengusung calon kepala daerah dan penentuan kapan berlakunya syarat usia calon kepala daerah dalam Undang-Undang tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Dua keputusan tersebut bisa mengubah peta politik jelang Pilkada 2024.
Menurut CALS, pengabaian atas putusan MK tersebut ditenggarai untuk mengakali Pilkada 2024 agar di sejumlah daerah, terutama di Jakarta, dapat didominasi KIM Plus tanpa kandidat kompetitor yang riil, serta memuluskan jalan Kaesang Pangarep untuk mencalonkan dalam pilgub meskipun belum memenuhi syarat usia pencalonan kepala daerah.
ADVERTISEMENT
"Pengabaian tersebut akan dijalani oleh Presiden dan DPR dengan merevisi sejumlah ketentuan UU Pilkada dalam waktu singkat dan serampangan guna menganulir garis-garis batas konstitusional yang diterbitkan MK," kata CALS. Revisi tersebut tengah dilakukan pada Rabu (21/8).
Presiden Jokowi berpidato saat membuka rapat Konsolidasi Nasional Kesiapan Pilkada 2024 di Jakarta Convention Center, Jakarta, Selasa (20/8/2024). Foto: YouTube/Sekretariat Presiden
Pada Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, MK mengubah Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada yang semula mengatur persyaratan ambang batas pengusungan pasangan calon kepala daerah oleh parpol berdasarkan perolehan kursi dan suara di Pemilu DPRD, menjadi berdasarkan perolehan suara sah dalam pemilu pada provinsi/kabupaten/kota berdasarkan rasio jumlah pemilih dalam Daftar Pemilih Tetap. Perhitungan yang kini dipakai setara dengan persentase pada pencalonan perseorangan.
"Ketentuan tersebut memberikan keadilan dan kesetaraan kompetisi bagi seluruh partai politik, baik yang memperoleh kursi di DPRD maupun yang tidak memperoleh kursi di DPRD, serta membuka peluang hadirnya calon kepala daerah alternatif untuk bertanding melawan dominasi koalisi gemuk," kata CALS.
ADVERTISEMENT
Sementara, pada Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024, tanggal 20 Agustus 2024, MK menegaskan bahwa syarat usia minimal calon kepala daerah dihitung sejak pencalonan. Bukan saat pelantikan calon terpilih.
"Artinya, putusan ini dapat menggulung karpet merah bagi putra Presiden Joko Widodo, Kaesang Pangarep untuk mencalonkan sebagai Wakil Gubernur Jawa Tengah yang belum memenuhi syarat usia saat penetapan pasangan calon," sambungnya.
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Menurut CALS, Jokowi dan segenap partai politik pendukungnya, mempertontonkan pembangkangan konstitusi dan pamer kekuasaan yang eksesif tanpa kontrol yang berarti dari lembaga legislatif.
"Seolah ia merupakan hukum, bahkan melebihi hukum dan sendi-sendi konstitusionalisme," kata mereka.
"Rezim yang otokratis ini kembali melanggengkan otokrasi legalisme untuk mengakumulasikan kekuasaan dan mengonsolidasikan kekuatan elite politik hingga ke level pemerintahan daerah," sambungnya.
ADVERTISEMENT
Upaya demikian, lanjut CALS, mendelegitimasi Pilkada 2024 sejak awal, sebab aturan main Pilkada diakali sedemikian rupa untuk meminimalisasi kompetitor dengan menutup ruang-ruang kandidasi alternatif, memborong dukungan koalisi gemuk partai politik, dan memunculkan kandidat boneka agar mengesankan kontestasi pilkada berjalan dengan kompetisi yang bebas, adil, dan setara.
"Masih lekat di benak masyarakat bagaimana Pemilihan Umum Tahun 2024 dibangun dengan fondasi manipulasi, pelanggaran hukum, dan pelanggaran etika yang terstruktur, sistematis, dan masif," kata CALS.
Kata CALS, Jokowi dan partai pendukungnya menggunakan cetak biru serupa untuk melanggengkan dinasti politik yang dilanjutkan oleh putranya, melalui perombakan hukum secara instan dengan menyalahgunakan institusi demokrasi, yaitu mengotak-atik syarat usia calon kepala daerah agar sesuai dengan figur yang akan diusung.
ADVERTISEMENT
"Pembangkangan konstitusi oleh Presiden Joko Widodo dan partai politik pendukungnya harus dilawan demi supremasi konstitusi dan kedaulatan rakyat," sambungnya.
Atas dasar itu, CALS meminta agar pembahasan Revisi UU Pilkada oleh DPR dan Pemerintah dihentikan. Berikut tuntutan dari CALS:
ADVERTISEMENT
Constitutional and Administrative Law Society terdiri dari:
1. Aan Eko Widiarto
2. Alviani Sabillah
3. Auliya Khasanofa
4. Beni Kurnia Illahi
5. Bivitri Susanti
6. Charles Simabura
7. Denny Indrayana
8. Dhia Al-Uyun
9. Fadli Ramadhanil
10. Feri Amsari
11. Herdiansyah Hamzah
12. Herlambang P. Wiratraman
13. Hesti Armiwulan
14. Idul Rishan
15. Iwan Satriawan
16. Mirza Satria Buana
17. Muchamad Ali Safa’at
18. Muhammad Nur Ramadhan
19. Pery Rehendra Sucipta
20. Richo Andi Wibowo
21. Susi Dwi Harijanti
22. Taufik Firmanto
23. Titi Anggraini
24. Violla Reininda
25. Warkhatun Najidah
26. Yance Arizona
27. Zainal Arifin Mochtar