Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pemerintah Pantau Aktivitas Ratusan Mantan Kombatan ISIS di Indonesia
14 Mei 2018 17:21 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:09 WIB
ADVERTISEMENT
Pemerintah terus memonitor kondisi sosial WNI yang pernah ke Suriah dan menjadi kombatan (petempur-red) bersama ISIS. Para mantan kombatan tersebut berpotensi menjadi ancaman bagi bangsa, seperti yang terjadi pada aksi teror bom di tiga Gereja di Surabaya.
ADVERTISEMENT
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, ada kurang lebih sebanyak 500 penduduk WNI saat ini yang merupakan mantan kombatan di negara konflik Timur Tengah. Namun, menurut Tjahjo, sebelum kembali ke Indonesia, para WNI tersebut terlebih dahulu dididik oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
“Mereka yang pulang di Suriah itu kan dididik dulu di BNPT. Setelah itu dikembalikan ke daerah masing-masing. Nama, alamat, tempat tinggal di daerah itu kami sampaikan ke daerah lewat Kesbangpol (Badan Kesatuan Bangsa dan Politik),” kata Tjahjo di kantornya, Jalan Medan Merdeka Utara, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (14/5).
Melalui Kesbangpol, lanjut Tjahjo, status sosial dan perilaku para WNI itu terus dimonitor. Termasuk pihak kepolisian hingga camat setempat turut mengindentifikasi keberadaan mantan kombatan tersebut.
ADVERTISEMENT
“Keluarganya ini (mantan kombatan) tinggal di rumah ini. Ini rumah sendiri atau ikut saudara atau siapa. Statusnya bagaimana, SKPP-nya (Surat Keterangan Penghentian Pembayaran) bagaimana, supaya memonitor mulai dari tingkat Kesbangpol, kepolisian terpadu, kemudian sampai ke camat dan sebagainya termonitor,” tutur Tjahjo.
Menurutnya, 500 WNI mantan kombatan itu kembali ke Indonesia secara bertahap. Tjahjo menyebut, Indonesia adalah negara yang baik karena mau menerima kembali WNI yang telah hijrah ke negeri konflik. Bahkan sampai merobek-robek paspor yang bersangkutan.
“Sudah, datanya lengkap. Iya (500-an), tapi bertahap tidak langsung segitu dari Suriah. Karena kan negara kita negara yang paling baik, mereka itu meninggalkan Indonesia, menyobek-nyobek paspor tapi yang namanya mereka di sana tidak kerasan,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Tjahjo kembali menegaskan terkait sikap Presiden Joko Widodo yang secara tegas ingin memberangus terorisme sampai ke akar-akarnya. Dia percaya, kepolisian di bawah Kapolri Jenderal Tito Karnavian bersama Kepala BNPT mampu memenuhi permintaan presiden itu.
“Saya yakin Pak Tito pakarnya. Paham betul mulai pengalaman beliau di Densus 88, pemetaannya, jaringan nasional (maupun) internasional itu Pak Tito sangat paham. Pak Suhardi dari BNPT juga menguasai masalah itu. Ini didukung oleh BIN, TNI oleh Bais dan sebagainya,” pungkasnya.