Pemerintah Tetapkan 3 Indikator Penentu 'New Normal'

20 Mei 2020 20:57 WIB
comment
33
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memberikan sambutan dalam acara Kick Off Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2021 di Kantor Bappenas, Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa memberikan sambutan dalam acara Kick Off Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah 2021 di Kantor Bappenas, Jakarta. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Pemerintah menetapkan 3 indikator yang menjadi pertimbangan dalam menetapkan protokol hidup new normal di tengah wabah corona. 3 indikator ini dibahas dalam rapat terbatas yang dipimpin Presiden Jokowi, Rabu (20/5).
ADVERTISEMENT
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Suharso Monoarfa, mengatakan 3 indikator ini berdasarkan dari standar WHO.
"Ketentuannya kita merujuk pada WHO. WHO berikan beberapa indikator yang diminta untuk dipatuhi negara seluruh dunia dalam rangka menyesuaikan new normal-nya itu dengan COVID sampai kita temukan vaksin," ujar Suharso dalam konferensi pers virtual.
3 indikator tersebut adalah:
Suharso menjelaskan, angka ini menunjukkan daya tular sebuah virus dari satu orang ke orang lain.
Indonesia bisa memberlakukan new normal jika RO sudah berada di bawah 1. Saat ini, RO Indonesia masih mencapai 2,5. Artinya, 1 orang bisa menularkan ke 2 atau 3 orang. Menurut WHO, RO COVID-19 secara global adalah 1,9-5,7.
ADVERTISEMENT
"Tugas kita adalah bagaimana pada waktu tertentu kita bisa menurunkan R0 itu dari yang namanya 2,5 itu atau 2,6, persisnya itu menjadi di bawah 1. Artinya dia tidak sampai menularkan ke orang lain," kata Suharso.
"Sekarang kita akan menghitung untuk semua kabupaten/kota dan provinsi di Indonesia. Itu indikator pertama yang kita gunakan, RO," jelas Suharso.
WHO, kata dia, mensyaratkan nilai RO harus konsisten selama 14 hari. Jika dalam 14 hari nilai RO sudah mencapai di bawah 1, maka wilayah tersebut sudah siap melakukan pelonggaran PSBB.
New normal akan berlaku jika kapasitas dan adaptasi sistem kesehatan di Indonesia sudah mendukung untuk pelayanan COVID-19 yang bukan tidak mungkin akan naik jika PSBB dilonggarkan.
ADVERTISEMENT
Ia mencontohkan jumlah kasus baru jumlahnya harus lebih kecil dari kapasitas layanan kesehatan yang bisa disediakan.
"Misalnya kalau sebuah RS punya 100 tempat tidur, maka maksimum 60 tempat tidur itu untuk COVID-19. Nah pasien baru yang datang itu jumlahnya dalam sekian hari itu harus di bawah 60," jelas dia.
"Itu yang disebut dengan kapasitas sistem kesehatan yang terukur, yang bisa dipakai dalam rangka apakah kita melonggarkan atau tidak melonggarkan, mengurangi atau tidak mengurangi PSBB," kata Suharso.
PCR kit buatan Indonesia. Foto: Dok. Biofarma
Indikator terakhir yaitu kemampuan pemerintah untuk mengetes corona. PSBB bisa dilonggarkan dan new normal bisa berlaku jika pemerintah bisa memenuhi target mengetes dengan kapasitas 10-12 ribu per hari.
ADVERTISEMENT
Saat ini, Suharso mengatakan, jumlah tes corona di Indonesia masih termasuk yang rendah yaitu 743 per 1 juta. Suharso menyebut, pemerintah terus mengebut agar jumlah tes bisa mencapai 10-12 ribu per hari.
"Dengan kapasitas kita yang sudah naik 10 ribu-12 ribu, bahkan kemarin tanggal 18 sudah mencapai 12 ribu lebih tes, maka diharapkan dalam 1 bulan ke depan kita bisa mencapai angka 1.838 per 1 juta penduduk," kata Suharso.
"Jadi dengan 3 indikator itu kita akan menempatkan sebuah daerah itu siap atau tidak," tutup dia.
===========
(Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona)
**
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.