Pemerintah Trump Galau Tentukan Status Ikhwanul Muslimin

27 Januari 2017 15:47 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Ekspresi Donald Trump. (Foto: Mike Segar/Reuters)
Pemerintah Donald Trump tengah bimbang menentukan status Ikhwanul Muslimin, apakah akan menganggap gerakan itu teroris atau tidak. Ada pro dan kontra yang mewarnai perdebatan soal organisasi yang tumbuh kembang di Mesir lalu ke seluruh dunia itu.
ADVERTISEMENT
Menurut Reuters yang mendapat informasi dari tim transisi Donald Trump, Jumat (27/1), perdebatan muncul setelah Trump dan Presiden Mesir Abdel Fattah El-Sisi berbincang melalui telepon pekan ini. Kedua pemimpin diskusi soal peperangan melawan terorisme dan ekstremisme.
Dua kubu penasihat Trump berbeda pendapat soal status Ikhwanul Muslimin. Jika ditetapkan teroris maka akan Ikhwanul Muslimin menjadi sasaran sanksi lembaga keuangan Amerika Serikat.
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi (Foto: AP/Egyptian Presidency)
Kubu yang mendukung Ikhwanul Muslimin dimasukkan ke daftar teroris adalah Michael Flynn, Penasihat Keamanan Nasional Presiden Trump. Sementara penasihat Trump lainnya dari kalangan diplomat, penegak hukum dan intelijen mengatakan Ikhwanul Muslimin telah berevolusi menjadi organisasi damai di banyak negara, sehingga melabeli teroris tidak tepat.
Selain itu, dengan memasukkan Ikhwanul Muslimin ke daftar teroris dikhawatirkan bisa merusak hubungan dengan Turki, sekutu kunci AS dalam perang melawan ISIS. Partai Recep Tayyip Erdogan, AKP, dikenal pendukung gerakan Ikhwanul Muslimin.
ADVERTISEMENT
Didirikan pada tahun 1928 oleh Hassan al-Banna di Ismailia, Mesir, Ikhwanul Muslimin awalnya adalah gerakan sosial dan keagamaan. Seiring waktu, gerakan Ikhwanul Muslimin membesar dan terlibat dalam politik praktis. Ikhwanul Muslimin kemudian dituding berada di balik kerusuhan dan kekerasan di Mesir.
Aksi massa di Mesir (Foto: Reuters/file)
Beberapa sempalan Ikhwanul Muslimin diketahui adalah gerakan militan, seperti Hamas di Palestina. Ayman al-Zawahiri, pemimpin al-Qaidah adalah bekas anggota Ikhwanul Muslimin Mesir.
Dalam pemilu tahun 2012 setelah Husni Mubarak digulingkan, Muhammad Mursi dari Ikhwanul Muslimin menjadi presiden pertama Mesir yang dipilih dalam pemilu yang bebas. Mursi kemudian dikudeta pada 2013 oleh Sisi dan Ikhwanul Muslimin ditetapkan sebagai gerakan teroris.
Selain Mesir, Ikhwanul Muslimin juga dianggap teroris di Arab Saudi dan Uni Emirat Arab. Calon Menteri Luar Negeri AS, Rex Tillerson, mengatakan Ikhwanul Muslimin adalah "agen Islam radikal", dalam rapat dengar dengan Senat.
ADVERTISEMENT
Aksi massa di Mesir (Foto: Reuters/file)
Jika dilabeli teroris, maka kelompok itu tidak akan bisa menggunakan sistem keuangan AS dan seluruh warga AS dilarang memberikan dukungan material. Selain itu seluruh anggota Ikhwanul Muslimin tidak akan boleh masuk AS.
Sebenarnya setelah serangan al-Qaidah pada 11 September 2001, pemerintah George W. Bush melancarkan penyelidikan terhadap Ikhwanul Muslimin dan gerakan-gerakan Islam lainnya.
Penyelidikan soal Ikhwanul Muslimin selama bertahun-tahun oleh AS dan pemerintah lainnya, termasuk Swiss, ditutup karena kurangnya bukti kelompok itu terkait jaringan terorisme. Tokoh-tokoh Ikhwanul Muslimin juga akhirnya dikeluarkan dari daftar sanksi.