Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Pemilik tempat penitipan anak Princess House Childcare, Ni Made Sudiani Putri (39) alias Bu Made, dan karyawannya, Listiani (39) alias Tina, menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar, Senin (27/7).
ADVERTISEMENT
Sudiani dan Listiani didakwa melakukan penelantaran terkait kasus kematian bayi berusia tiga bulan berinisial ENA yang dititipkan oleh orang tuanya. Dakwaan itu dibacakan jaksa Heppy Maulia Ardani di hadapan majelis hakim diketuai Heriyanti.
"Terdakwa menempatkan, membiarkan, melibatkan, menyuruh melibatkan anak dalam situasi perlakuan yang salah dan pelantaran," kata jaksa Heppy di PN Denpasar.
Dakwaan pertama, Sudiani dan Listiani didakwa melanggar Pasal 76B jo Pasal 77 B UU RI No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No.23/2002 Tentang Perlindungan Anak. Kemudian, pada dakwaan kedua, mereka didakwa melanggar Pasal 359 KUHP tentang kesalahan menyebabkan orang lain mati.
Pada dakwaan Sudiani, jaksa menyebutkan TPA Princess House Childcare yang telah beroperasi sejak tahun 2011. Sudiani sebagai pengelola mempunyai tugas dan tanggung jawab mengelola, mengawasi, dan melakukan pembinaan terhadap karyawan.
ADVERTISEMENT
TPA tersebut memiliki 10 karyawan yang terdiri dari 9 perempuan sebagai pengasuh dan 1 orang karyawan laki-laki di bagian keuangan. Anak yang bisa dititipkan mulai dari usia 0 bulan sampai 7 tahun, baik perempuan maupun laki-laki.
Setiap harinya, ada sekitar 50 anak yang dititipkan di tempat tersebut. Sementara biaya penitipannya yakni Rp 100 ribu per hari untuk 1 anak atau Rp 900.000 per bulan untuk 1 anak.
Peristiwa yang menimpa bayi ENA bermula pada Kamis (9/5) sekitar pukul 07.00 WITA. Ayah ENA saat itu menitipkan kedua anaknya, K dan ENA, ke TPA Princess House Childcare. ENA yang berusia 3 bulan kemudian diserahkan ke Listiani.
Lalu, pukul 13.00 WITA, Sudiani datang mengecek jalannya operasional kepada karyawan kepercayaan tanpa mengecek satu per satu kondisi dan bayi yang dititipkan. Sudiani yang menganggap tidak ada masalah, pada pukul 14.00 WITA, meninggalkan tempat tersebut.
ADVERTISEMENT
Namun, pukul 15.00 WIB, Listiana berusaha menenangkan bayi ENA yang menangis dengan membedong dan memberi susu melalui botol dot.
"Bahwa kemudian Listiana menengkurapkan korban ENA di tangannya sambil ditepuk-tepuk punggungnya agar sendawa, lalu pada pukul 16.17 WITA. Listiana menengkurapkan korban di kasur dengan posisi muka ke samping. Listiana kemudian meninggalkan korban dengan kondisi pintu tertutup untuk mengurus bayi yang lain," beber jaksa Heppy.
Singkat cerita, pada pukul 17.50 WITA, Listiani baru menengok korban ENA usai diberitahu akan dijemput neneknya. Namun, saat Listiani membuka lilitan kain bedong, bayi ENA sudah dalam keadaan lemas. Dalam keadaan panik, Liastiani kemudian mengosok minyak ke kaki korban tapi tetap lemas dan tidak terbangun.
ADVERTISEMENT
Kemudian atas perintah Sudiani, bayi ENA kemudian dilarikan ke RS Bros mengunakan sepeda motor. Meski sempat mendapat perawatan medis, nyawa korban ENA pun tak bisa tertolong.
Dari hasil visum et repertum, pada korban ENA ditemukan luka-luka memar akibat kekerasan benda tumpul, tanda-tanda mati lemas, perbendungan pada organ dalam, sembab otak dan paru-paru, serta cairan putih dalam saluran napas dan paru. Penyebab kematian adalah terhalangnya jalan napas dan penyakit infeksi paru akut yang mengakibatkan korban sulit bernapas sehingga menimbulkan mati lemas.
"Bahwa Listiani tidak punya keahlian dalam perawatan dan pengasuhan bayi, Listiani hanya mengikuti arahan yang diajarkan oleh terdakwa dan karyawan senior. Begitu juga dengan terdakwa yang tidak mempunyai latar belakang pendidikan dan pengasuhan anak," tandas JPU.
ADVERTISEMENT
Selain itu, TPA yang dikelola oleh Sudiani diduga melanggar berbagai ketentuan. Mulai karyawan tidak profesional yang disyaratkan dalam peraturan menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI No.137/2014 tentang Standar Nasional Pendidikan Anak Usia Dini hingga belum mendapat izin Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Denpasar.
Atas dakwaan tersebut, Sudiani dan Listiani menyatakan tak berniat mengajukan eksepsi. Sehingga, sidang selanjutnya pada 5 Agustus dilanjutkan agenda pembuktian dengan menghadirkan saksi.