Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pemilik Lahan Sedjuk Bakmi di Cilandak Meninggal Usai Halangi Eksekusi Penyitaan
15 September 2024 17:16 WIB
ยท
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Seorang warga bernama Rasich Hanif meninggal dunia setelah terlibat bentrok dengan petugas ketika rumahnya yang berada di Jalan Lebak Bulus, Cilandak, Jakarta Selatan, dieksekusi oleh PN Jakarta Selatan. Lahan rumah tersebut dijadikan rumah makan Sedjuk Bakmi dan Kopi.
ADVERTISEMENT
PN Jaksel melakukan eksekusi rumah makan Sedjuk Bakmi dan Kopi di Cilandak itu pada Kamis (12/9/2024). Hanif mengadang petugas yang akan melakukan eksekusi.
Dalam video yang beredar, pihaknya dengan pihak PN Jaksel saling dorong-dorongan di pagar rumah. Hingga Hanif lemas dan dilarikan ke rumah sakit dan akhirnya meninggal. Hanif merupakan putra dari Menteri Pekerjaan Umum di era Soeharto, Radinal Mochtar.
Penjelasan PN Jaksel
Pejabat Humas di PN Jakarta Selatan, Djuyamto, membenarkan Hanif sempat terlibat cekcok dengan petugas juru sita ketika eksekusi dilakukan. Saat terlibat cekcok, Hanif tiba-tiba terkulai lemas dan sempat dilarikan ke rumah sakit tapi nyawanya tak tertolong.
"Bahwa ketika kondisi almarhum semakin lemah, maka kemudian dilarikan ke RS Mayapada, namun tidak tertolong," kata dia melalui keterangan yang diterima pada Minggu (15/9).
ADVERTISEMENT
Djuyamto menegaskan, Hanif meninggal dunia bukan karena bentrok fisik dengan petugas. Tak ada petugas yang melakukan kekerasan ketika eksekusi dilakukan. Dia pun menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya Hanif.
"Bahwa meninggalnya almarhum bukan karena adanya bentrokan fisik atau kekerasan dari petugas eksekusi," ucap dia.
Tanggapan Kuasa Hukum
Sementara, Kuasa Hukum dari Hanif, Tubagus Noorvan, mengatakan seseorang sempat melayangkan pukulan kepada kliennya ke bagian dada ketika kericuhan terjadi. Dengan demikian, dia membantah perkataan PN Jakarta Selatan yang menyebut kliennya tiba-tiba terkulai lemas.
"Dia sempat dipukul dadanya. Saya liat dalam rekaman YouTube. Pas lagi didorong itu ada orang yang mendorong atau memukul dada sehingga kehilangan kesadaran dan digotong," ujar dia.
Selama ini, Noorvan menyebut, kliennya tak memiliki riwayat penyakit apa pun. Meskipun begitu, dia belum berencana untuk melaporkan kasus yang menimpa kliennya ke polisi. Namun, dalam waktu dekat, pihaknya berencana untuk beraudiensi dengan Komisi III DPR RI.
ADVERTISEMENT
"Jadi apa yang disampaikan oleh Humas PN Jakarta Selatan, itu adalah berita yang tidak benar," ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Noorvan menjelaskan soal tanah yang jadi objek sengketa. Menurut dia, sengketa tanah itu sudah terjadi sejak tahun 1990-an. Sengketa terjadi antara Hanif dengan tetangganya.
Tubagus mengatakan, Hanif mempunyai bukti kuat berupa sertifikat dan pernah menang ketika berproses di pengadilan pada tahun 1995. Namun, pada tahun 2011, tiba-tiba tetangganya kembali menggugat dengan bermodal dokumen yang dinilai palsu.
"Dia mengajukan gugatan di tahun 2011 dengan menggunakan dokumen palsu, dan itu dibuktikan dengan pidananya. Sudah dibuktikan dengan pidananya," ujar dia.
Noorvan pun menyayangkan PN Jakarta Selatan yang menerima gugatan dari penggugat pada 2011 bahkan berujung pada sita eksekusi. Menurut dia, PN Jakarta Selatan mestinya menolak gugatan karena sudah ada putusan yang inkrah di pengadilan pada tahun 1995 silam.
ADVERTISEMENT
"Jadi sita eksekusi itu berdasarkan legal standing yang salah, yang diterapkan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan," ujar dia.
Tanggapan Polres Metro Jakarta Selatan
Terpisah, Kasi Humas Polres Metro Jakarta Selatan, AKP Nurma Dewi, mengaku pihaknya belum menerima laporan dari pihak Hanif.
"Laporannya belum ada," kata dia.