Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Pemilik Ponpes di Karawang yang Cabuli Santriwati Jadi Tersangka dan Ditahan
10 September 2024 11:29 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
"Penangkapan (tersangka) dilakukan sekitar akhir bulan Agustus kemarin," ungkap Kapolres Karawang, AKBP Edwar Zulkarnain, Senin (9/9).
Awalnya ia diduga melakukan pencabulan atau pelecehan seksual kepada 20 santriwati. Namun, Edwar mengatakan dalam kasus ini baru 6 korban yang membuat laporan.
Meski begitu tidak menutup kemungkinan jumlah korban akan bertambah. Sebab kasus ini terjadi sejak pertengahan tahun 2023 sampai Maret 2024 dengan berbagai modus.
"Pertama pada saat santri perempuan melakukan suatu kesalahan, melanggar aturan ponpes, pelaku memberikan hukuman berupa tindakan yang dapat mempertontonkan aurat wanita," ujar Edwar.
"Kemudian saat waktu-waktu tertentu, di saat santri berada di tempat yang tidak terlalu ramai, pelaku sering melakukan atau menyentuh bagian fisik dari para korban," tambah Edwar.
ADVERTISEMENT
Kiki dijerat Pasal 82 UU Perlindungan Anak. "Ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara," kata dia.
Dilaporkan Orang Tua Siswa
Kasus pencabulan ini terungkap setelah orang tua korban melapor ke polisi. Kiki, awalnya diduga mencabuli puluhan santriwatinya.
YLBH Sanggabuana Karawang selaku pendamping para korban, mengungkapkan Kiki bukan hanya pemilik, tapi juga pengurus pondok pesantren tersebut.
Adapun para korbannya, rata-rata berusia 13 sampai 15 tahun dan duduk di bangku SMP.
"Sementara dari data yang kami himpun korbannya ada sekitar 20 anak, kemungkinan bisa lebih. Tapi sementara yang hari ini melapor baru ada 6 korban," ungkap Sekretaris LBH Sanggabuana Karawang, Saepul Rohman di Mapolres Karawang, Rabu (7/8).
"Selama ini para korban belum berani laporan karena takut," kata dia.
ADVERTISEMENT
Membantah
Kiki sebelumnya telah membantah melakukan pencabulan atau pelecehan seksual tersebut. Ia bahkan membuat klarifikasi dengan didampingi Humas Kemenag Karawang dan PCNU Karawang.
"Saya selaku pengasuh ponpes memastikan bahwa isu dugaan pelecehan seksual yang bergulir itu tidak benar," kata Kiki di aula Kementerian Agama Kabupaten Karawang, Jumat (9/8).
Berikut isi pernyataan lengkapnya:
Saya selaku pengasuh ponpes memastikan bahwa isu dugaan pelecehan seksual yang bergulir itu tidak benar.
Kalau saya harus berbicara kronologi dari awal, panjang.
Ketika itu santri bersangkutan terindikasi melakukan tindakan di luar sewajarnya, pacaranlah, bahasanya, tapi akhirnya kena-kenanya saya.
Saya khawatir hubungan dia sama lawan jenis, khawatir berimbas ke keselamatan dirinya.
Jadi waktu itu pun sudah saya hadirkan ortu santri untuk mengklarifikasi, saya kasih informasi bahwa anak tersebut sudah melakukan tindakan yang kurang baik dengan lawan jenis.
ADVERTISEMENT
Saya menolong awalnya.
Nah dari indikasi ini, dari kasus tersebut anak ini menyimpan rasa kesal, barangkali, dendam sehingga dia membuat kelompok di mana ada beberapa santri tidak tahu apa-apa terbawa-bawa isu bahwa saya melakukan pelecehan.
Saya pastikan, pelecehan itu tidaklah terjadi baik sengaja maupun tidak disengaja.
Kemudian, di saat itu pun kami sudah ada yang namanya pertemuan dengan orang tua santri Sabtu hari pas Ramadan, dan semua orang tua santri tiba-tiba datang tanpa ada tabayun. Kan adabnya, bisa tabayun dulu dengan pihak kami. Kalaupun memang terbukti, ayo selesaikan.
Saat itu, karena mereka langsung percaya dengan laporan anaknya, dengan seolah si anak itu dilecehkan sengaja oleh saya, orang tua tersebut langsung percaya. Orang tua termakan informasi yang datangnya dari santri. Seolah itu benar-benar nyata adanya padahal saat itu tidak ada kejadian apa pun.
ADVERTISEMENT
Ini diinisiasi oleh dua orang santriwati, dia telepon melalui hp ke orang tuanya. Mereka orang tua membuat grup secara khusus tanpa sepengetahuan saya, secara etika kan kalian kalau ada yang mau disampaikan bisa baik-baik dulu komunikasi ke saya. Jangan langsung menjustifikasi bahwa saya seperti itu.
Akhirnya meluas ke mana-mana, bahkan saya di situ langsung dituduh mentah-mentah oleh salah satu orang tua siswa.
Nah, akhir daripada itu berpengaruh pada yang lainnya padahal selama saya di sini, lillahitaala membantu (mengurus) santri, tapi kenyataannya kebaikan yang saya berikan, hangus oleh satu hal ini.
Jujur kami semua pengelola kaget dengan ini, saya tulus dari hati yang paling dalam mendidik anak-anak.
Mudah-mudahan teman-teman media dapat mampu menetralisir kejadian ini
ADVERTISEMENT
Ini kan sudah lama selesai saat itu. Setelah itu, tidak ada laporan kedua kalinya. Tapi setelah santri bersangkutan menerima ijazah, baru mereka bermain.
Bahkan ada salah satu ortu siswa itu melontarkan bahasa kasar yang tidak baik, sampai ada bahasa iblis ke saya.
Saya dianjing-anjing digoblog-goblog, bilang anak trauma. Usut punya usut saya telusuri kepada guru-guru, trauma di mananya. Mereka baik-baik saja, euforia tidak ada trauma apa pun. Sekolah tetap sekolah.
Saya khawatir dengan adanya ini akan ada oknum yang menunggangi untuk semakin menjatuhkan kredibilitas yayasan kami ataupun marwah pesantren.
Saya pastikan waktu itu sudah selesai persoalan ini, tapi ternyata mereka diam-diam melaporkan ini kepada pihak berwajib.