Town Hall Meeting - Donald Trump dan Joe Biden

Pemilu AS: Trump Setia pada Kristen Konservatif, Biden Gaet Muslim hingga Yahudi

27 Oktober 2020 12:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan lawannya Joe Biden saat debat terakhir kampanye presiden AS 2020 di Curb Event Center di Belmont University di Nashville, Tennessee, AS, (22/10). Foto: Jonathan Ernst/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Calon Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan lawannya Joe Biden saat debat terakhir kampanye presiden AS 2020 di Curb Event Center di Belmont University di Nashville, Tennessee, AS, (22/10). Foto: Jonathan Ernst/REUTERS
ADVERTISEMENT
Peneliti University of Kentucky menilai orang Amerika Serikat lebih memilih presiden beragama dan taat ketimbang tak percaya Tuhan. Itu sebabnya, sikap Donald Trump dan Joe Biden yang mengaku religius dan saling serang soal agama menjadi lumrah di Pemilu AS.
ADVERTISEMENT
"Dia (Joe Biden) mengikuti agenda kelompok sayap kiri radikal, akan mengambil senjata kalian dan menghancurkan amandemen kedua (aturan kepemilikan senjata)," kata Trump di Clyde Ohio, seperti dikutip dari Reuters. Amandemen kedua yang dimaksud Trump adalah konstitusi AS mengenai hak warga negara mempunyai dan membawa senjata.
"Tidak akan ada agama, tidak akan ada apa pun, dia melukai Alkitab, menyakiti Tuhan. Dia melawan Tuhan," sambung Trump.
Ilustrasi orang berdoa di Gereja di Amerika Serikat. Foto: Shutter Stock
Agama dalam kehidupan masyarakat AS memang sudah mengakar. Semboyan 'In God We Trust' menunjukkan AS melibatkan Tuhan dalam sendi kehidupan, termasuk sentimen politik. Motto yang sudah muncul sejak perang saudara ini dikuatkan oleh Presiden Dwight D. Eisenhower untuk menghalau komunisme Uni Soviet pada era perang dingin.
ADVERTISEMENT
"Politik Amerika saat ini melibatkan berbagai hubungan simbiosis antara para elite dan pemilih, tidak hanya menyangkut isu ekonomi, tapi juga menyangkut isu yang menghubungkan pandangan dunia keagamaan dan mobilisasi gereja," tulis David C. Leege dan Lyman Kellstedt dalam bukunya, 'Agama dalam Politik Amerika'.
Presiden AS Donald Trump berpose di depan Gereja Episkopal St John Foto: AFP/Brendan Smialowski
Data Pew Research Center tahun 2014 menunjukkan mayoritas warga AS memeluk agama: 70,6 persen menganut kristen. Tertinggi adalah pemeluk kristen injili sebesar 25,4 persen.
Trump adalah pemeluk kristen yang tak diketahui persis alirannya. Tetapi, ia adalah tokoh Partai Republik yang dikelilingi kristen konservatif. Bahkan wakilnya, Mike Pence, menganut kristen injili.
Itulah sebabnya Trump begitu setia pada injili atau evangelis--utamanya kulit putih. Selain karena jadi mayoritas di AS, evangelis kulit putih adalah sayap kanan mentok; begitu melekat pada Partai Republik.
ADVERTISEMENT
Survei Pew Research Center pada 16 hingga 22 Juni menyebutkan, 72 persen responden evangelis setuju akan kinerja Trump selama menjabat presiden. Meski demikian, angka ini mengalami penurunan dibanding April lalu yang mencapai 78 persen.
Trump berdoa di gereja pasca pelantikan. Foto: Reuters/Kevin Lamarque
Survei yang sama juga menyebutkan, jika Pemilu AS diadakan hari ini, 82 persen responden evangelis kulit putih akan memilih Trump, sementara 17 persen mendukung Biden (Partai Demokrat). Persentasenya hampir mirip dengan dukungan evangelis untuk Trump saat melawan Hillary Clinton (Demokrat) pada 2016. Delapan dari sepuluh evangelis kulit putih mendukung Trump atas Hillary.
Dilansir BBC, Trump mengunci suara evangelis dengan menepati janji kampanyenya pada 2016, yakni mengangkat sejumlah besar hakim kristen konservatif ke Mahkamah Agung.
Presiden Donald Trump dan Melania di depan Altar Nasional Saint John Paul II Foto: AFP/Brendan Smialowski
Pada tahun 2019, Trump sempat mendukung larangan aborsi--sejalan dengan pemikiran konservatif, menghapus layanan kesehatan obamacare, hingga melarang imigran muslim dari 7 negara. Janji Trump untuk orang kristen evangelis lainnya adalah mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.
ADVERTISEMENT
Tak hanya evangelis, 56 persen responden protestan kulit putih juga mengaku setuju dengan kinerja Trump. Begitupun dengan 54 persen responden katolik kulit putih yang mengaku akan memilih Trump, padahal Biden adalah katolik. Intinya, kristen kulit putih cenderung mendukung Trump.
Donald Trump dan Joe Biden. Foto: Reuters dan AFP/Jeff Kowalsky
Bagaimana dengan suara untuk Biden?
Beda dengan Trump yang begitu setia dan memuja golongannya, selayaknya Demokrat, Biden lebih menggaet pemilih golongan minoritas di AS, seperti muslim, yahudi, agnostik, ateis, hingga warga kulit hitam. Biden juga memilih Kamala Harris, perempuan Afrika-Amerika keturunan Jamaika-India, untuk menjadi wakilnya.
Protestan kulit hitam, yang sebagian besar condong ke Demokrat, memiliki pandangan paling positif terhadap Biden. Kira-kira 54 persen responden meyakini Biden akan menjadi presiden yang baik. Hanya 8 persen protestan kulit hitam yang menilai kinerja Biden akan buruk. Sebaliknya, 63 persen responden dari mereka meyakini Trump adalah presiden yang buruk.
Calon presiden dari Partai Demokrat Joe Biden saat debat kampanye presiden 2020. Foto: Morry Gash/Reuters
Adapun orang Amerika yang tidak berafiliasi secara religius (agnostik dan ateis) melihat kemungkinan kepemimpinan Biden akan lebih hangat. Kurang dari 27 persen menilai Biden akan menjadi presiden yang baik; 39 persen biasa-biasa saja, dan 33 persen sisanya menilai buruk.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, pandangan kelompok ini jauh lebih positif ketimbang Trump. Tujuh dari sepuluh responden mengatakan Trump adalah presiden yang buruk. Sebagian besar mereka, atau 72 persen, akan memilih Biden jika Pemilu AS dilakukan hari ini.
Dalam survei terbaru setelah debat presiden pertama, Biden disukai oleh 90 persen pemilih protestan kulit hitam, 70 persen warga Yahudi, 67 persen katolik latin, dan 83 persen kalangan ateis dan agnostik.
Kandidat presiden AS dari Partai DemokratJoe Biden dan Senator AS Kamala Harris (kiri) bergandengan tangan saat kampanye di Detroit, Michigan, AS, (9/3/2020). Foto: Brendan McDermid/Reuters
Biden dan suara muslim
Suara umat Muslim AS akan dipakai sebagai salah satu senjata Biden untuk mengalahkan Trump.
Berbagai cara dilakukan Biden: menghadiri acara yang digelar organisasi Muslim terbesar di AS, menjanjikan jatah kursi tokoh muslim di pemerintahan, ingin agama Islam jadi mata pelajaran di AS, hingga mencabut larangan imigran muslim 7 negara dilarang masuk AS.
ADVERTISEMENT
Islam adalah agama terbesar ketiga di AS. Populasi warga Muslim mencapai 3,45 juta atau 1,1 persen dari populasi AS sebesar 328 juta penduduk.
Aksi Bela Islam di AS Foto: Reuters/David Ryder
Meski persentasenya kecil, suara itu cukup berpengaruh. Organisasi muslim AS, PAC, yang memiliki perwakilan di Florida, Michigan, dan Pennsylvania, bisa membantu Biden menggalang suara. Ketiga negara bagian itu adalah swing state.
Swing state merupakan istilah bagi negara bagian di Amerika Serikat yang pemenang pemilunya belum bisa ditebak. Belum bisa dipastikan apakah swing state condong ke Demokrat atau Republik.
Dalam sistem pemilu AS pada 3 November yang menganut pola sistem elektoral (suara dari 538 perwakilan electoral college), swing state sangatlah penting.
Kandidat Presiden AS dari Partai Republik Donald Trump dan Kandidat dari Partai Demokrat Joe Biden saat town hall meeting secara terpisah, Jumat (16/10). Foto: REUTERS
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten
Sedang memuat...0 Konten