Pemimpin De Facto Suriah Temui Pimpinan Minoritas Nasrani

1 Januari 2025 3:18 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Umat Kristen Suriah menggantungkan bendera era kemerdekaan Suriah saat merayakan malam Natal di rumah mereka di Latakia, Suriah, Selasa (24/12/2024). Foto: Aaref Watad/AFP
zoom-in-whitePerbesar
Umat Kristen Suriah menggantungkan bendera era kemerdekaan Suriah saat merayakan malam Natal di rumah mereka di Latakia, Suriah, Selasa (24/12/2024). Foto: Aaref Watad/AFP
ADVERTISEMENT
Pemimpin de facto Suriah, Ahmed al-Sharaa menjumpai pemuka agama Nasrani di Damaskus, Suriah, pada Selasa (31/12). Pertemuan ini adalah pesan pimpinan Muslim yang akan menjamin hak-hak kaum minoritas di Suriah, setelah mereka mengambil alih tampuk kepemimpinan dari al-Assad, awal Desember lalu.
ADVERTISEMENT
"Pemimpin administratif Suriah yang baru, Ahmed al-Sharaa, bertemu dengan delegasi komunitas Kristen di Damaskus," kata Komando Umum Suriah, dalam sebuah statement mereka di telegram, dikutip dari AFP, Rabu (1/1).
Pada pertemuan itu, tampak beberapa pemuka agama Katolik, Ortodoks dan Anglikan hadir.
Sebelumnya, menteri luar negeri Prancis, Jean-Noel Barrot menyerukan transisi politik yang inklusif di Suriah, yang menjamin hak-hak komunitas masyarakat yang beragam di Suriah.
Barrot berharap, Suriah mampu mengambil alih lagi nasib mereka.
"Tapi, agar ini bisa terjadi, negara Suriah membutuhkan transisi politik yang menyertakan semua komunitas yang beragam, yang menjamin hak-hak dasar dan kebebasan yang fundamental," ucap Barrot, kepada AFP, saat pertemuan dengan Menteri Pertahanan Lebanon Sebastien Lecornu, di Lebanon.
ADVERTISEMENT
Barrot dan Lecornu sendiri bertemu dengan Kepala Staf Angkatan Bersenjata Lebanon, Joseph Aoun dan mengunjungi pasukan perdamaian PBB yang menjaga perbatasan di selatan. Di kawasan ini, tengah terjadi gencatan senjata yang rapuh antara Israel dan Hizbullah sejak akhir November lalu.
Pembicaraan Positif dengan Suku Kurdi
Selain komunitas beragama, pemerintahan baru Suriah sendiri berulang kali menjamin bahwa kaum minoritas tak akan diserang. Meskipun, beberapa insiden terjadi dan menyebabkan unjuk rasa.
Contohnya, pada 25 Desember 2024 kemarin, ribuan orang berunjuk rasa di sejumlah kawasan setelah sebuah video yang menayangkan serangan ke pemakaman kelompok religius Alawite, di utara Suriah.
Sementara beberapa hari sebelumnya, ratusan pengunjuk rasa turun ke jalan di kawasan minoritas Kristen di Damaskus. Mereka memprotes pembakaran pohon natal di Hama, Suriah Tengah.
Aksi protes terhadap pembakaran pohon Natal di Hama, di lingkungan Bab Touma di Damaskus, Suriah, Selasa (24/12/2024). Foto: Amr Abdallah Dalsh/REUTERS
Sebelum pecah perang sipil pada 2011, Suriah adalah rumah bagi jutaan umat Kristiani. Setelah perang berkepanjangan ini, jumlah mereka menyusut jadi 300.000 orang saja.
ADVERTISEMENT
Selain masalah umat Kristiani, Sharaa juga bertemu dan mencapai dialog yang positif dengan delegasi Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang dipimpin oleh suku Kurdi.
Ini adalah dialog pertama Sharaa sang pemimpin oposisi muslim dengan para komandan suku Kurdi setelah rezim al-Assad tumbang.
SDF sendiri kini banyak berkonflik dengan kelompok Hayat Tahrir al-Sham, kelompok milik Sharaa yang dibantu Turki. Turki menyebut SDF punya kaitan dengan Partai Pekerja Kurdistan, yang terlibat dalam insurjensi selama empat dekade di Turki.
Untuk meredam konflik antar kelompok oposisi, Sharaa meminta agar semua senjata diserahkan ke pemerintahan sementara.
"Semua senjata harus diserahkan ke institusi negara. Siapa pun individu yang memegang senjata, dan lolos kualifikasi kementerian pertahanan, kami akan menyambut kalian," pungkas Sharaa.
ADVERTISEMENT