Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Pemimpin Syiah di Irak Mundur, Massa Gelar Demo Ricuh dan Picu 10 Orang Tewas
30 Agustus 2022 3:44 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Situasi politik di Irak semakin berkecamuk. Ulama sekaligus pemimpin Syiah terkemuka, Muqtada al-Sadr , mengumumkan akan mengundurkan diri dari dunia politik untuk selamanya pada Senin (29/8).
ADVERTISEMENT
“Dengan ini saya mengumumkan penarikan diri saya yang terakhir,” kata al-Sadr. Pernyataan itu ia sampaikan di Twitter, menyusul 10 bulan sejak pemerintahan Irak tidak dijalankan oleh pemimpin terpilih.
Situasi tersebut mengakibatkan terjadinya protes berkepanjangan oleh para pendukung al-Sadr yang menyerukan digelarnya pemilihan umum lebih awal serta pembubaran parlemen Irak.
Dalam cuitannya itu, al-Sadr menambahkan semua institusi berkaitan dengan gerakan Islam nasionalis yang ia pimpin dan diikuti oleh jutaan umat Syiah di Irak, Sadrist, akan ditutup.
Semua ini terkecuali monumen makam ayahnya yang dibunuh pada 1999 serta situs warisan lainnya.
Aksi Protes Berlangsung Anarkis, 10 Orang Tewas
Pengumuman berhentinya al-Sadr dari dunia politik disambut oleh kericuhan dan eskalasi dari para pendukungnya. Kelompok loyalis al-Sadr langsung menyerbu Istana Kepresidenan Irak yang terletak di kawasan Zona Hijau, Baghdad.
Aksi protes itu berlangsung anarkis. Ratusan pendukung al-Sadr merobohkan pagar pembatas di luar istana dan menerobos gerbangnya. Beberapa di antaranya banyak yang memaksa masuk ke dalam gedung istana hingga memanjat ke atap.
ADVERTISEMENT
Tak hanya itu, aksi kekerasan juga terjadi antara loyalis al-Sadr dengan pendukung oposisinya. Kedua belah pihak saling melempar batu.
Ricuhnya situasi kala itu memaksa aparat kepolisian untuk memberikan tembakan peringatan di kawasan Zona Hijau dan menembakkan gas air mata demi membubarkan loyalis al-Sadr.
Menurut laporan Associated Press, sedikitnya 10 orang tewas akibat bentrok tersebut dan puluhan lainnya luka-luka.
Akibatnya, angkatan militer Irak memberlakukan jam malam skala nasional dengan batas waktu yang belum ditentukan. Pembatasan jam malam mulai berlaku sejak Senin pekan ini pada pukul 7 malam.
“Pasukan keamanan menegaskan tanggung jawab mereka untuk melindungi lembaga-lembaga pemerintah, misi internasional, properti publik dan pribadi,” kata angkatan militer Irak, seperti dikutip dari Al Jazeera.
ADVERTISEMENT
al-Sadr Gagal Membentuk Pemerintahan Pilihannya Sendiri
Partai Sadrist yang dipimpin oleh al-Sadr telah memenangkan kursi terbanyak di parlemen dalam pemilihan umum Oktober 2021.
Namun ia gagal membentuk pemerintahannya sendiri, sebab ia mengecualikan saingan Syiah yang juga berkuasa dan dekat dengan Iran. Ia pun memerintahkan seluruh anggota legislatifnya untuk mengundurkan diri secara massal pada Juni tahun ini.
Tindakan al-Sadr pun mengakibatkan oposisinya yang sesama Syiah dan didukung Iran, Aliansi Kerangka Koordinasi, berinisiatif untuk mengisi kekosongan di parlemen.
Langkah Aliansi Kerangka Koordinasi menuai amarah dari para pendukung al-Sadr. Akibatnya, pada akhir Juli mereka menyerbu gedung parlemen, menggelar aksi protes dengan duduk massal, dan berupaya mencegah pihak oposisi menunjuk presiden dan perdana menteri baru.
Perdana menteri sementara Irak sekaligus sekutu al-Sadr, Mustafa al-Kadhimi, pada Senin (29/8) mengatakan ia telah menangguhkan rapat kabinet hingga pemberitahuan selanjutnya usai bentrok yang terjadi di hari itu.
Keputusan Pengunduran Diri al-Sadr Diprediksi Masih Bisa Berubah
ADVERTISEMENT
Mahkamah Federal Tertinggi Irak dijadwalkan akan menggelar pertemuan pada Selasa (30/8) untuk memutuskan masa depan parlemen.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Dewan Penasihat Irak, Farhad Alaaldin, yang turut menambahkan bahwa proses pengadilan kemungkinan akan ditunda jika terjadi eskalasi konflik.
Sementara menurut Alaaldin, tidak mungkin al-Sadr akan mundur dari politik Irak untuk selamanya, seperti yang ia katakan di Twitter pada awal pekan ini.
al-Sadr dikabarkan juga sempat mengumumkan pengunduran diri dari politik sebelumnya, namun kemudian ia batalkan.
“Dia (al-Sadr) ingin melihat Irak dengan cara yang dia lihat dan dia telah bekerja secara sistematis sejak tahun 2010, atau bisa dikatakan 2006, dan seterusnya,” kata Alaaldin.
“Saya tidak percaya bahwa dia akan membuang semua yang telah dikerjakan selama 18 tahun terakhir hanya dengan sebuah tweet,” sambung dia.
ADVERTISEMENT