Pemprov Aceh Diminta buat Batas Antara Hutan Lindung dan Lahan Warga

20 Januari 2018 8:34 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:12 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pawang gajah berpatroli menunggangi gajahnya. (Foto: Irwansyah Putra/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Pawang gajah berpatroli menunggangi gajahnya. (Foto: Irwansyah Putra/Antara)
ADVERTISEMENT
Untuk mengatasi konflik antara manusia dan hewan seperti gajah, kelompok tani minta pemerintah untuk membuat batasan khusus antara kawasan hutan lindungi dan hutan produksi. Adanya permintaan ini lantaran warga merasa gajah sering merusak perkebunan mereka.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari Antara, Sabtu (20/1), Ketua Kelompok Tani Hijrah Alue Lhok, Kecamatan Paya Bakong, Kabupaten Aceh Utara, Ibrahim Din mengatakan persoalan tersebut telah terjadi bertahun-tahun yang merugikan petani akibat rusaknya tanaman dan lahan pertanian.
"Oleh karena itu, berdasarkan persoalan tersebut, untuk mengatasi konflik manusia dan satwa, kami sebagai petani mengusulkan kepada pemerintah supaya menetapkan secara pasti batas hutan lindung dan hutan produksi. Sehingga dengan adanya hutan lindung, maka gajah-gajah yang selama ini berkeliaran dikawasan perkebunan petani bisa digiring ke hutan lindung," beber Din
Dengan adanya batasan hutan lindung, selain jelas batasan hutan produksi dan lahan garapan, juga akan memudahkan pengawasan bagi pemerintah dan pihak terkait terhadap berbagai aktivitas pengrusakan hutan atau illegal logging di wilayah konservasi alam tersebut.
ADVERTISEMENT
"Dengan jelasnya hutan lindung dan hutan produksi, maka masyarakat dalam menggarap lahan tidak masuk ke hutan lindung sebagai tempat berbagai jenis satwa didalamnya. Juga memudahkan bagi pemerintah dalam mengawasinya," kata Din
Terkait usulan tersebut, pihaknya sudah mengirim surat untuk Gubernur Aceh dan menurutnya surat tersebut sudah ditanggapi oleh pemerintah provinsi. Hal itu dapat dilihat dengan turunnya surat yang ditujukan kepada Badan Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh bernomor 648/34790, yang ditandatangani oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan Drs. Syaiba Ibrahim, pada 2 Oktober 2017, tentang Konflik Gajah dan Manusia.
"Usulan tersebut, tembusannya juga disampaikan kepada Bupati Aceh Utara, sehingga pada Rabu (17/1) dilakukan rapat untuk membahas persoalan dimaksud yang dilakukan di kantor Bupati Aceh Utara," ujar Din.
ADVERTISEMENT
Menurutnya selama ini penanganan masalah antara manusia dan hewan seperti gajah belum efektif, karena sifatnya bukan antisipasi akan tetapi penanganan setelah terjadi dan hanya mengusirnya saja.