Pemprov Bali Kewalahan Awasi Masifnya Pembangunan Fasilitas Pariwisata di Bali

11 September 2024 14:45 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Sekretaris Daerah (Sekda) Bali Dewa Made Indra. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Sekretaris Daerah (Sekda) Bali Dewa Made Indra. Foto: Denita BR Matondang/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemprov Bali mengusulkan moratorium atau penghentian pembangunan fasilitas pendukung pariwisata kepada pemerintah pusat. Hal ini mengingat pembangunan fasilitas pariwisata masif dan banyaknya bule memanfaatkan fasilitas pariwisata menjadi tempat kriminal.
ADVERTISEMENT
Namun, Pemprov Bali tak mau disebut kecolongan memberikan izin kepada pengusaha yang mengakibatkan pembangunan fasilitas pariwisata begitu masif. Hal ini karena proses perizinan tak sepenuhnya diatur oleh pemerintah kabupaten/kota dan provinsi tapi juga diatur oleh pemerintah pusat melalui sistem Online Single Submission (OSS).
"Kalau sebuah akomodasi wisata pasti ada beberapa perizinan. Ada yang menjadi kewenangan pemerintah pusat, ada yang menjadi kewenangan pemerintah daerah tapi semuanya melalui OSS," kata Sekda Bali Made Dewa Indra di halaman Pemprov Bali, Rabu (11/9).
Menurutnya, sistem OSS ini memang mempermudah proses perizinan pembangunan fasilitas pariwisata, namun pemerintah daerah telat atau bahkan tidak mengetahui pembangunan tersebut.
"Tapi ada persoalan di lapangan seperti ini, ada pembangunan yang kami daerah tidak tahu atau lambat tahunya. Tiba-tiba ada pemotongan tebing, dicek di perizinan tidak ada, ternyata di OSS sudah ada," katanya.
Wisatawan menikmati suasana pantai saat berkunjung di objek wisata Tanah Lot, Tabanan, Bali, Minggu (23/4/2023). Foto: Nyoman Hendra Wibowo/Antara Foto
Pemprov Bali telah berkomunikasi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi untuk mencari solusi agar proses perizinan terintegrasi dan tidak berdampak negatif terhadap alam dan masyarakat Bali.
ADVERTISEMENT
"Jika itu merupakan kewenangan perizinan pemerintah pusat sesuai Undang-Undang ya, silakan. Tetapi bagaimana di daerah bisa tahu akan ada pembangunan ini. Dan bagaimana kami di daerah bisa diberikan ruang untuk memastikan dari segi peruntukan ruangnya, dari segi sosialnya, dari sisi yang lainnya kami bisa mengetahui, memantau, dan memberikan pantauan," katanya.
Sementara itu, Kadispar Bali Tjok Bagus Pemayun menyebut aplikasi OSS berada di bawah Kementerian Investasi/BKPM. Proses izin untuk akomodasi wisata memiliki kamar 1-100 pintu, restoran 1-100 kursi, dan luas bangunan 4.000 meter berada pada kabupaten/kota.
Akomodasi wisata memiliki 101-200 pintu, restoran 101-200 kursi, dan luasan bangunan 6.000-10.000 meter menjadi kewenangan provinsi, selebihnya menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Seperti diketahui, Walhi mencatat jumlah pembangunan hotel bintang di Bali meningkat tajam sejak tahun 2000 sampai 2023, yakni dari 113 unit menjadi menjadi 541 unit. Jumlah kamar hotel nonbintang meningkat dari 19.529 kamar pada tahun 2000 menjadi 54.184 kamar pada tahun 2019.
Hamparan Sawah Berundak di Tegallalang, Bali Foto: Shutter Stock
Bahkan, luas sawah di Bali menyusut 11.440 hektare dalam empat tahun, dari 80.506 hektare pada tahun 2014 menjadi 69.066 hektare pada tahun 2018.
ADVERTISEMENT
Hal ini mengindikasikan ada sekitar 2 ribu hektare lahan persawahan setiap tahun untuk pembangunan fasilitas pariwisata baik untuk permukiman, hotel, vila hingga beach klub.
Fokus moratorium saat ini berada di wilayah Sarbagita atau Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Pemprov Bali tengah memetakan wilayah yang layak dimoratorium atau dikembangkan dalam sektor pariwisata.